Nyonya Almaide terpaku di sisi jendela kamarnya, memandang hujan di luar pada tengah malam itu. Terus berlama-lama, sampai dia semakin tenggelam dalam kesepiannya.
"Seandainya kau masih tergeletak di atas tempat tidur kita, aku pasti langsung memelukmu dengan hangat," bisiknya pelan.
Memang, sudah lama ini nyonya Almaide terus terkenang-kenang pada mendiang suaminya, tuan Pieter. Nyonya Almaide bahkan sangat menderita. Kematian Tuan Pieter dirasakannya sebagai sesuatu yang datang tiba-tiba.
Bagaimana pun nyonya Almaide dilanda rasa bersalah karena selama ini tidak terlalu menghiraukan suaminya.Â
Baginya, menahan gejolak karena perusahaan suaminya berada di ambang kebangkrutan, sudah memerlukan fokus tersendiri. Ditambah lagi mengurus kedua putrinya yang salah satunya mengidap down syndrome sejak kecil.
Pernikahan ibarat kapal yang menempuh perjalanan dengan tantangan angin badai. Nyonya Almaide tidak bisa memaksa cuaca selalu cerah agar sampai dengan selamat.Â
Tetapi, saat tuan Pieter dimakamkan dan pelayat menyampaikan bunga duka-cita, beberapa orang menatap nyonya Almaide dengan tatapan menghakimi. Nyonya Almaide dianggap telah menelantarkan tuan Pieter.Â
"Seseorang telah menabrak mobilnya hingga dia dan putri kami tewas!" ungkap wanita itu seraya menutup wajahnya dengan tangan.Â
Di kepalanya, ingatan tentang kecelakaan membayang amat jelas. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi tiba-tiba datang dari arah berlawanan dan menghantam mobil suaminya hingga....
"Seharusnya kalian bercermin, bisakah menjadi istri yang setia dan bersabar?"Â katanya histeris. Dia merasa marah karena orang-orang tidak berusaha memikirkan apa yang dia rasakan selama ini.
Sejak kelahiran putri keduanya, perusahaan tuan Pieter terus merosot dan jatuh. Nyonya Almaide hampir putus asa karena keluarga suaminya bahkan menganggap kelahiran baby Ellis sebagai pembawa sial.Â
Sepeninggal tuan Pieter, tak seorang pun kerabatnya mempedulikannya atau datang menghibur.Â
Dia mulai menyamakan hubungannya dengan sang suami, seperti kertas putih yang terus-menerus diberi coretan. Setelah penuh, seseorang akan menumpuknya begitu saja di sudut meja sampai suatu hari membutuhkan kertas putih yang baru.
"Mengapa kau membiarkan aku mengabaikanmu? Lihatlah sekarang aku merasa sangat kehilanganmu..."Â