"Wadai... wadai...
Handak nang mana pian, Bu?
Kolaknya, Pak... Manis Pak ai, kolak gula habang ...."
Mengenali "bahasa" dalam kalimat di atas? Artinya Sahabat pembaca pernah berdiam di Samarinda, kota kelahiran saya, hehehe...
"Kota Kayu" Samarinda atau yang dikenal juga dengan julukan "Kota Tepian", memiliki pemandangan yang sama di bulan ramadan dari tahun ke tahunnya. Ruas-ruas jalan ramai menawarkan beragam takjil untuk berbuka puasa bagi kaum muslim.Â
Namun di antara kesemuanya, ada satu jajanan lokal yang istimewa sekaligus legendaris, yaitu kue talam.
Kue talam merupakan jenis kue basah dengan cita rasa manis legit, berlemak santan, dan tekstur yang lembut.Â
Sejatinya kue talam juga dikenal di berbagai daerah nusantara, bukan hanya di Samarinda.Â
Dari sejarahnya, kue talam dipengaruhi oleh kuliner orang Tionghoa dan Belanda yang mendiami Batavia (sekarang dikenal sebagai Jakarta) lebih dari 500 tahun yang lalu.
Talam (loyang) adalah wadah aluminium berbentuk bulat berukuran besar. Adonan kue talam dimasak dengan cara dikukus dalam dandang besar.
Varian kue talam mengikuti selera masyarakat lokal. Antara lain: lapis pisang, lapis ketan, sarimuka pandan, sari penganten, amparan tatak, kararaban, dan termasuk talam lapis durian yang mendapat penghargaan kategori kue tradisional terpopuler Anugerah Pesona Indonesia 2019.
Tak sekedar jajanan manis, kue talam yang hanya dinikmati kaum bangsawan pada masa kolonial dan disajikan sebagai makanan pembuka untuk menyambut kedatangan tamu ini, ternyata memiliki filosofi menarik.Â
Sifat lengket kue talam dimaknai sebagai hubungan antar manusia yang penuh kekentalan dan kekerabatan. Sedangkan rasa kue talam yang manis legit, menggambarkan perpaduan dari kisah hidup manusia. Sumber kutipan, Wongso Effendy: 2020
Saya sendiri termasuk penggemar jajanan lokal ini, terutama lapis pisang.Â
Saat masih kecil saya mengenal kue talam sebagai penganan khas suku Banjar di tempat kami tinggal.Â
Ternyata kue talam berasal dari Betawi dan ditemukan juga di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu pembuat kue talam yang saya temui baru-baru ini menceritakan bahwa dirinya sudah beberapa tahun terakhir mengisi bulan ramadan dengan menjual kue talam yang dititipkan ke beberapa tempat.Â
Selepas subuh ia mulai berbelanja bahan-bahan lalu mengolahnya dan siap dijual pukul 15.00 WITA. Kue talam diiris segitiga dan dapat dinikmati dua atau tiga orang karena ukurannya lumayan besar. Harga per potong mulai dari sepuluh ribu rupiah, tergantung diameter talam yang digunakan.
Jika masyarakat ingin menikmati kue talam di luar bulan ramadan, dapat mengunjungi "kampung kue talam" di jalan Biawan. Tersedia pilihan kue talam serta kue-kue lainnya dalam kemasan plastik mika. Hmm...
Disukai semua umur dan mengangkat kearifan lokal
Kue talam yang lembut dan enak, disukai anak-anak sampai kakek-nenek. Dan jika diperhatikan, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kue talam, mengangkat kearifan lokal.Â
Tepung beras, santan kelapa, gula merah, semakin kaya rasa dengan penambahan pisang sanggar (pisang kepok), ketan putih, singkong, kentang, labu kuning, jagung, daun pandan dan bubuk kayu manis. Aman bagi kesehatan karena tidak mengandung bahan pengawet maupun bahan kimia lainnya.
Selamat menunaikan ibadah puasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H