Buku-buku tebal ini mungkin melelahkan untuk kau baca, tapi satu jam yang lalu aku sudah menghabiskannya di balkon kita.Â
Kau mungkin lebih suka bersikap tak mau tahu dan memilih mengabaikan. Sementara aku masih penasaran dengan sebuah pertanyaan.
Mengapa seorang pencemburu akhirnya meninggalkan pasangannya?
Setan di kepalamu pasti berteriak, dan kau akan merasa tersindir. Sebenarnya ini sangat jelas. Kau terlalu lemah untuk menghadapi semuanya.
Dulu kau bercerita tentang bulan yang ditinggalkan malam. Wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil kedinginan. Anak-anak kelelawar yang memapasinya, menatap penuh rasa iba.Â
Begitulah saat Rosna bisa mencampakkanmu. Dia lebih memilih meninggalkan mahligai cinta kalian.Â
Sekarang kau memalingkan hatimu dari sisiku. Kau lontarkan makian yang membabi buta. Aku terkaget-kaget, apakah itu benar-benar dirimu?
"Aku cemburu, apa itu tidak boleh?" katamu dengan mata nanar.
Ya, sejak awal aku tahu kau memang pencemburu. Wajahmu terlihat aneh saat mereka menatapku, apalagi memujiku.
Berhari-hari kau tidak akan berbicara padaku, juga tak menyentuh kopi cappucino yang kubuat. Kita akan tenggelam dalam pikiran masing-masing sampai rasa cemburumu mereda.
"Aku cemburu adalah hal yang wajar karena aku mencintaimu, dan aku pasti akan masa bodoh jika tidak menyayangimu."