Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Anak Tumbuh Kreatif, Ibu Harus Tanggap dan Apresiatif

23 Desember 2022   17:23 Diperbarui: 26 Desember 2022   00:15 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak (shutterstock)

Kapan terakhir kali Bunda mengamati perkembangan anak-anak kita? Apa yang kita pahami darinya? 

Seorang mama muda, sebut saja namanya Ibu Santi, baru setahun melewati kelahiran anak ketiganya. Sedangkan anak keduanya, Ammar, duduk di kelas enam bersama Asmi, anak kedua saya dan suami.

Sekitar dua pekan sebelumnya, saat saya menginformasikan kegiatan kelas, Ibu Santi mengatakan tidak dapat hadir karena si kecil rewel dan sedang sakit panas.

Tadi pagi, Ibu Santi memberi kabar dalam grup Whatsapp orang tua siswa, bahwa si kecil sedang dirawat di rumah sakit karena terjatuh. Untuk itu Ammar hanya akan diantar sang kakak dalam kegiatan hari Sabtu mendatang.

Sesulit itukah mendampingi buah hati?

Saya merasa trenyuh. Betapa seorang ibu selalu berusaha agar anak-anaknya tetap dalam kondisi sehat, tidak kurang sesuatu pun. 

Tak jarang, seorang ibu masih harus bekerja di kebun, di sawah, atau berjualan di pasar untuk membantu perekonomian keluarga.

Bayangkan, ini mungkin dialami oleh orang tua kita yang melahirkan dan merawat sampai tujuh orang anak. 

Tidak jarang mereka justru berhasil mengantarkan anak-anaknya menuju tangga kesuksesan. Sungguh mengharukan.

Nah, saya kira, tingkat kesulitan ini tidak hanya ditentukan dari jumlah mereka, tetapi juga oleh karakter masing-masing anak. 

Kreativitas dibuat dan difoto sendiri oleh anak kami saat usia tujuh tahun| Kolase foto: dokpri
Kreativitas dibuat dan difoto sendiri oleh anak kami saat usia tujuh tahun| Kolase foto: dokpri

Ada anak yang mudah dibimbing dan senang mengikuti nasihat kedua orang tuanya. Tidak sekalipun dia membantah atau menolak apa yang diinginkan ayah dan ibunya. Mereka ini yang disebut anak penurut.

Tetapi ada pula anak yang di dalam dirinya tersimpan gejolak atau hasrat untuk senantiasa memberontak, menolak, dan menentang aturan dari kedua orang tuanya.

Anak tipe ini tidak dapat bertutur secara lembut, apalagi bersikap kasih sayang kepada adik-adiknya. 

Maka, menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua untuk mendidik dan mengarahkan anak-anak sesuai keadaannya. Dan tentu ini bukan pekerjaan mudah.

Anak kedua kami terbilang kreatif

Membuat tas dari perca dan kotak bekas| Foto: dokpri 
Membuat tas dari perca dan kotak bekas| Foto: dokpri 

Jika membuka album lama dan memandang foto anak-anak kami, saya sering tidak habis pikir. Betapa berbeda pembawaan anak-anak semasa kecilnya dibanding setelah mereka melampaui usia sepuluh tahun. 

Kuasa Allah SWT ini, membuat seorang ibu seperti saya merasa kagum, bahagia, sekaligus bersyukur. Kedua balita kami yang lucu meggemaskan, telah menjelma menjadi anak-anak yang tangguh dan kreatif.

Tentang tangguh dan disiplin, kurang lebihnya saya bisa memahami karena saya sengaja membentuk mereka demikian. Tetapi sifat kreatif, saya sama sekali tidak menyadarinya, karena merasa juga tidak melatihnya.

Saat itu anak kedua kami, Asmi, baru memasuki usia enam tahun, dan belum duduk di bangku Sekolah Dasar. Di teras rumah, dia bermain sambil menjahit baju boneka barbie  atau memperbaiki bagian yang sobek.

Saat itu seorang tetangga kebetulan melintas. Rupanya beliau memperhatikan apa yang dilakukan Asmi. 

Beberapa hari kemudian saat saya berbelanja dagangannya, beliau pun berpesan:

"Anakmu itu pintar, kreatif. Mungkin dia akan jadi orang sukses. Kamu harus memperhatikan dia ...."

Maka, sejak hari itu saya berusaha lebih memperhatikan keadaan anak-anak saya. Jika benar saya dikaruniai anak yang kreatif, apa yang harus saya lakukan?

Cover tissue untuk ibu

Menjahit kotak tisu dari perca dilakukan usia sebelas tahun| Foto: dokpri
Menjahit kotak tisu dari perca dilakukan usia sebelas tahun| Foto: dokpri
Suatu hari saya mulai flu dan menggunakan tisu lebih sering dari biasanya. Sekalian saja saya membeli tiga tisu ukuran kecil seharga sepuluh ribu.

Melihat ini, Asmi yang saat itu masih duduk di kelas lima, berinisiatif membuat cover tissue dari sisa kain yang ada.

"Ini, untuk tisu Ibu. Cantik, kan?" katanya sembari tersenyum ceria. 

Saya menerimanya dengan perasaan kaget bercampur haru. Cepat sekali dia mengerjakannya. Baru sebentar saya tinggal ke dapur, pikir saya. 

"Bagaimana cara menjahitnya?" tanya saya penasaran.

"Tinggal dibuat pola sesuai ukuran, Bu. Digunting, dijahit, dan bagian samping diberi karet untuk masukkan tisu. Sudah, tinggal aku kasih bunga!"

Membuat stiker untuk dijual kepada kawan sekolah

Membuat stiker gambar lalu dijual kepada kawan-kawan| Foto: dokpri
Membuat stiker gambar lalu dijual kepada kawan-kawan| Foto: dokpri

Belum lama ini, bersamaan dengan waktu ujian semester, Asmi meminta saya mencetak gambar yang sudah tersimpan dalam galeri foto handphone. Dia juga menyerahkan sedikit tabungannya untuk membeli isolasi dan double tip.

Saya mengira dia hanya ingin mengisi waktunya karena memang tidak tersita untuk bermain aplikasi game. 

Saya bahkan memperingatinya agar memprioritaskan membaca buku-buku sekolahnya untuk menghadapi ujian semester.

Ketika Asmi menjawab bahwa dia sudah belajar, dan nilai ujian di hari sebelumnya berkisar 90 atau 97,5; saya pun terpaksa diam.

Saat Asmi meminta saya mencetak gambar-gambar lainnya, saya pun bertanya, "Kok banyak?"

Dengan enteng Asmi pun menjawab, "Kujual. Dan ini teman-teman pesan lagi!"

Selamat Hari Ibu, jadilah ibu yang tanggap terhadap anak

Mempunyai tiga anak perempuan, sebenarnya cukup membuat saya sibuk. Masing-masing mereka berusaha saya pahami perasaannya dan kebutuhannya. Saya percaya, menjadi ibu yang ideal butuh kerja keras.

Nah, bagaimanakah tips menjadi ibu yang tanggap terhadap anaknya?

  • Luangkan waktu, jangan sibuk dengan urusan lain seperti menonton tv, bermedsos ria, sehingga membuat anak-anak terabaikan
  • Membuat pertanyaan di kepala (boleh juga tertulis jika memungkinkan) tentang kebutuhan dan keadaan anak. Misal, apakah si A sudah sarapan? Apakah si B, sudah mandi? Apakah si C sudah pup kemarin?
  • Menjaga kedekatan dan komunikasi kepada masing-masing anak. Misal kepada si A kita bertanya: kakak dapat nilai berapa dari ibu guru? Ada PR yang sulit? Yuk ibu temani mengerjakan PR .... Lalu kepada anak kedua, kita memperhatikan apa yang sedang dilakukannya. Bagaimana suasana hatinya. Kita bisa menyapa dengan berkata: kalau capek  istirahat dulu, ya Sayang. Ibu perhatikan lama bener mainnya. Mulai kusut tuh, wajahnya .... dan seterusnya
  • Memperhatikan apakah ada yang mereka inginkan, atau dipendam olehnya. Mungkinkah dia memerlukan peralatan baru, atau butuh arahan dan apresiasi dari kedua orang tuanya?
  • Menjadi pendengar anak. Ini sering sekali terjadi antara saya dan anak. Mulai dari anak sulung yang duduk di kelas delapan, sampai si kecil yang berusia enam tahun. Ternyata banyak sekali cerita yang ingin mereka sampaikan. Saya selalu menyempatkan mendengarkan mereka, meski terkadang saya sedang mengetik di kolom komentar Kompasiana, atau sedang memasak di dapur

Pentingnya apresiasi atas usaha anak

Layaknya orang bekerja, maka dia baru merasa adil ketika mendapatkan gaji atau upah. Begitu pula dengan anak-anak. 

Atas usaha dan kerja kerasnya, orang tua memberikan penghargaan atau apresiasi. Terkadang hadiah berupa sepeda baru, sepatu baru, atau liburan ke Bali.

Tujuannya tentu untuk memberikan respek, dan memotivasi agar anak lebih semangat meraih prestasi atau melakukan hal-hal baik lainnya. 

Bagaimana jika tidak? 

Maka anak-anak akan merasa tidak adil karena tidak mendapatkan haknya, sekaligus merasa tidak dihargai.

Artinya, seorang ibu harus pandai mengapresiasi anak-anaknya agar mereka terus bersemangat dan sukses.

Selamat Hari Ibu 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun