Pernah berpikir ingin jadi gelandangan?Â
Jika yang kamu pikirkan mereka para gelandangan kesulitan dengan masalah toilet, sebenarnya yang kualami di sini pun sama.Â
Beberapa penghuni rumah susun di Nodream City terlihat sudah lama pergi mencari kehidupan mereka yang baru. Lalu kenapa aku masih bertahan tinggal? Begitu kan pertanyaanmu?
Kamu tidak akan percaya jika datang ke alamat yang kuberikan. Kami tinggal di dalamnya dengan sewa amat murah. Jadi itu alasan mengapa bangunan ini dibiarkan tidak terawat. Tua dan kusam, seperti kubis yang kehitaman dan mulai mengeluarkan bau.
Bayangkan saja, 15o euro per bulan, sama dengan ongkos makanku selama dua bulan jika aku masak sendiri. Tapi tentu saja dengan toilet bermasalah di dalamnya, serta udara pengap dan lembab karena kurangnya ventilasi.
Sebenarnya kami sudah mempunyai solusi. Tinggal saja di situ untuk tidur dan beristirahat, lalu keluarkan sisa pencernaan di toilet tempatmu bekerja. Beres, bukan?
Terkadang beberapa orang memberi pamflet agar aku dapat memilih tempat tinggal lebih layak. Menurutku mereka mungkin memiliki gaji yang tidak diperhitungkan secermat mungkin, atau tidak dikirim untuk orang tuanya di tempat lain.
Hanya Sharah, yang tidak memintaku pindah, atau dia malah suka jika kami sama-sama tinggal di sana. Sebab makin banyak yang pergi, bisa jadi bangunan itu makin berhantu.Â
Aku dan Sharah beda lantai. Aku menempati lantai dua sebelah kiri bangunan, dan Sharah lantai empat dengan balkon. Pertama kali kami bertemu saat dia membantu memberikan paketku yang nyasar ke penghuni lain.Â
Sharah sudah menempati bangunan setahun sebelum aku datang. Dia tinggal sendiri. Dulu bersama ayahnya, tapi sudah meninggal lima bulan yang lalu. Sepertinya toiletnya lancar, tidak seperti di tempatku. Tapi dia bekerja di sebuah pabrik dengan gaji lebih rendah.