Pernikahan kedua, mungkin tak seindah yang pertama. Tapi percayalah aku berusaha mencintai Aiseta setulus hati. Bagiku, seorang istri adalah kebahagiaan.
Kami menikah di pekan kedua musim semi. Dan aku sudah mempersiapkan dua tiket untuk menikmati valey flower tour sebagai hadiah.Â
Sejujurnya aku tak tahu apakah Aiseta cukup siap mempunyai suami sepertiku. Sebagian orang merasa tak tahan mempunyai pendamping yang bersifat romantis hanya dalam novel ciptaannya. Atau katakanlah tak mampu memberikan kehidupan yang mewah.Â
Pernah kucoba membahas hal ini saat dia datang meminta pertanggungjawaban atas kematian Sion. Dengan mantap wanita itu mengatakan tak mencari semua itu dariku.
Beberapa malam kemudian aku kesulitan memejamkan mata. Pikiranku terus terkuras untuk mengambil keputusan seperti yang dia harapkan. Kami menikah demi putrinya, apakah ini cukup adil?
Aku mempunyai empat orang putri dari pernikahan dengan almarhum istriku. Mereka sudah besar-besar sekarang. Bahkan si sulung baru saja mempunyai seorang bayi. Apakah aku akan menikah lagi demi Sion?
Di dalam mimpi adikku itu seolah memberikan isyarat. Dia menitipkan sebuah topi musim dingin milik gadis kecil dengan rambut poni yang lucu. Ya, dia keponakanku yang malang. Apakah aku akan tega membiarkannya kehilangan figur seorang ayah?
*
"Sedang memikirkan sesuatu?"
Aku menatap ke arahnya. Berusaha memberinya rasa cinta dengan tatapan itu, meski sepertinya gagal lagi.