Bagaimana dengan orangtua yang memaksakan keinginan kepada anaknya? Ini pun merupakan pola asuh yang kurang baik. Tidak jarang hal ini diiringi dengan kata-kata kasar dan ancaman, bukan? Lama kelamaan anak akan merasa tertekan dan depresi karena terus berada di bawah kendali orangtuanya.Â
Ada lagi tipe orangtua yang abai saat anaknya bercerita tentang kegembiraannya di sekolah, atau curhat tentang dunia remaja yang merisaukannya.
Padahal, anak juga membutuhkan perhatian secara psikologis, selain kebutuhan pangan dan sandang saja yang biasanya menjadi fokus orangtua.
Orangtua bertengkar di depan anak, juga akan membawa dampak tidak baik bagi anak, nantinya. Alangkah baiknya bila orangtua dapat memberi contoh, saat timbul konflik dalam keluarga, membicarakan permasalahan sambil duduk dengan kepala dingin. Dan contoh-contoh lainnya.
Tidak semua keluarga baik-baik saja
Jika kita lihat, berbagai kondisi di masyarakat turut menciptakan keluarga yang berbeda-beda. Baik secara ekonomi, ketaatan beragama, dukungan terhadap pendidikan, bahkan banyak keluarga yang sudah tidak utuh atau broken home.
Aspek kehidupan, sebagian berjalan di luar kendali manusia. Kita tidak dapat merubahnya. Tetapi sebagian lagi dapat diusahakan dengan langkah-langkah nyata.
Lalu, apa yang dapat dilakukan orangtua untuk menciptakan keadaan keluarga yang ideal untuk membentuk anak cerdas berkarakter?
Pertama, mulailah dengan memahami kondisi anak-anak kita
Ingatlah ada 9 kecerdasan majemuk yang dikemukakan Howard Gardner, seorang ahli psikologi dari Harvard university, dalam bukunya: Frames of Mind:Â The Theory of Multiple Intelligences.
Apa saja kecerdasan majemuk tersebut?
- kecerdasan naturalis, anak senang berkebun, memelihara hewan, berkemah, dan wisata alam terbuka
- kecerdasan visual spasial, anak suka membaca dan menulis, menafsirkan gambar atau grafik dengan baik, suka menggambar dan melukis, serta senang menyusun teka-teki
- kecerdasan intra personal, anak peka terhadap emosi, perasaan, dan mensugesti dirinya sendiri. Suka melamun untuk menganalisa diri sendiri
- kecerdasan interpersonal, anak dapat berkomunikasi verbal dan nonverbal dengan baik, mampu melihat dari sudut pandang berbeda, mampu menyelesaikan konflik dalam kelompok
- kecerdasan musikal, anak mudah mengingat ritme, suara, suka menyanyi, dan dapat memainkan alat musik
- kecerdasan linguistik verbal, anak suka berdebat, berpidato persuasif, dan mampu menjelaskan sesuatu dengan baik
- kecerdasan logika matematika, anak suka memikirkan ide-ide abstrak, mampu memecahkan masalah yang berpola, mampu menyelesaikan perhitungan yang rumit, dan tertarik melakukan eksperimen ilmiah
- kecerdasan kinestetik jasmani, anak terampil dalam hal olahraga atau menari, suka menciptakan sesuatu dengan tangannya, mudah mengingat dengan cara melakukan/praktek
- kecerdasan eksistensial, anak suka memikirkan asal-usul manusia, sampai peristiwa setelah kematian. Kecerdasan ini lebih mengarah ke filsafat dan spiritual
Kedua, terus tambah ilmu yang dimiliki
Menjadi orangtua yang mendidik, mustahil dapat dilakukan tanpa adanya penguasaan ilmu. Orangtua dapat belajar dari mana saja tentang pola asuh yang baik. Termasuk mendengarkan pengalaman orangtua kita, lalu menyelaraskannya dengan keadaan sekarang.Â