Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Quilt, Rasakan Hangatnya Selimut Harapan

24 September 2022   15:18 Diperbarui: 24 September 2022   15:19 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stocksy United dari Pinterest

Rasa dingin. Sesuatu yang menjalar dan menggigit semua orang pada malam itu. Tidak terkecuali gadis bernama Sally, yang terkenal dengan wajah juteknya. Dia meringkuk sendirian di kamarnya. 

Usianya belum lima belas tahun. Dia hanya punya nenek, dan itu adalah harapan satu-satunya. 

Tentang ayah dan ibunya, nenek tidak bercerita banyak. Ada desas-desus kedua orang tuanya sengaja menitipkannya pada seorang tetangga (yang dia panggil nenek), sebelum pergi entah kemana. 

Baca juga: Aku Rindu Mama

Aku menduga rasa kecewanya telah membentuk wajah jutek pada diri gadis itu. Sally jarang senyum, apalagi tertawa. Malah sepintas ekspresinya menyamai orang yang sedang menahan marah.

Sally belajar di sekolah lanjutan, dan menjadi murid kesayangan Ibu Pinkan, guru Matematika. Sesulit apapun soal matematika bagi teman-temannya, Sally dapat mengerjakannya dengan mudah.

Masalah datang ketika Sally jatuh sakit di suatu bulan September. Dia demam, dan terus-menerus batuk tanpa mengeluarkan dahak.

Baca juga: Pesawat untuk Ibu

Dua bulan lamanya dia tersiksa dengan batuknya meski sudah minum obat dari dokter. 

Sally tampak menyedihkan karena tubuhnya terlihat kurus, hampir sama dengan neneknya. Dia sedikit membungkuk karena menahan napasnya yang berat. 

Sally sudah tidak bisa bersekolah meski nenek membuatkan obat dari bahan alami yang kau sebut herbal. Nenek juga merawatnya dengan memijat titik napasnya yang tersumbat. 

Percuma, Sally seperti kehabisan tenaga.

*

Aku yakin kau tidak ingin menemui gadis itu, kan? Sedikit banyak kau pasti berpikir apakah dia sakit infeksi pernapasan biasa, ataukah bronkhitis? 

Tapi kau lebih takut jika yang dia derita adalah jenis lainnya yang terdengar mematikan. Mungkin saja beberapa virus akan menempel ke gelasnya, atau menyembur keluar saat dia batuk. Itu sungguh mengerikan.

Dalam situasi seperti itu, Sally menjadi lebih banyak diam. Dengan begitu dia bisa mengatur napas lebih tenang dan memperpanjang interval batuknya. 

Dia juga sangat menjaga makannya. Menghindari keripik kentang yang disukai semua orang, makanan dengan tambahan mentega seperti donat, marshmellow, kacang, termasuk kubis yang banyak mengandung gas.

Malam itu Sally terpaku di depan semangkuk sup asparagus tanpa krim, yang masih mengepulkan uap. Dia suka minyak sayur tapi kali ini nenek tidak menambahkan sedikitpun ke dalam supnya.

Sally berusaha menyuap ke mulutnya yang terasa kering. Dia tidak lupa membaca doa yang diajarkan nenek saat dia kecil, dan menambahkan lagi sebuah permintaan kepada Tuhan.

Dia ingin bertemu kedua orang tuanya, berapapun waktu yang diizinkan. Dia juga akan menerima jika itu hanya lima menit. Ya!

Selesai makan malam, gadis itu berbaring di atas kasurnya. Dia menutup tubuhnya dengan selimut yang tadi siang diberikan nenek. 

Susah payah selimut kapas yang disebut quilt ini dijahit nenek. Mesin tuanya sedikit bermasalah sehingga diperlukan pengerjaan lebih lama. Tapi nenek bertekad membuat selimut baru untuknya. 

Saat menerimanya, Sally memandangi motifnya tentang sebuah perkampungan. Dia melihat dua anak yang sedang bermain tali. Mungkin saja itu dirinya dan adiknya. 

Tapi dia tidak mempunyai orang tua, apalagi adik.

Sally memejamkan matanya, dan merasakan ada yang mengalir dari sudut matanya.

Dia tidak boleh begini terus, bisik sebuah suara dalam kepalanya. 

Seseorang menderita sakit mungkin karena pikirannya. Obat apapun tidak akan menyembuhkan, karena hatinya selalu terbebani perasaan negatip. 

Mengapa dia tidak memikirkan masa sekarang, untuk membalas kebaikan nenek, misalnya.

Rasa kehilangan yang dia pendam, seperti sebuah luka yang tersimpan di bawah sadarnya. Sally tak pernah menduga kapan ini akan menjelma sebagai sakit yang dialaminya sampai bulan Desember, seperti yang terjadi dua tahun terakhir ini.

*

Kamu tersenyum karena aku setuju menemanimu. Kita akan berangkat ke Stellenbosch, Afrika Selatan, untuk menyaksikan quilt festival ke-21. 

Bahkan kita akan tiba sebelum 5 Oktober mendatang karena akan menikmati wisata lainnya di sana. 

Satu hal, jangan lupa untuk membentangkan selimut harapan sebelum tidur malam ini. Rasakan hangatnya, bahkan jika kau sedang kurang sehat seperti Sally.

Jangan berhenti pada masa lalu, atau apapun yang mengganggu perasaanmu. Hidup selalu penuh harapan baik.

***

Kota Kayu, 24 September 2022

Cerpen Ayra Amirah untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun