Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tidurlah, Nak (Rockabye)

25 Juni 2022   04:35 Diperbarui: 25 Juni 2022   04:35 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidurlah, Nak (Rockabye)|foto: Casey Wiegand/Pinterest

[terinspirasi dari lagu Rockabye milik grup musik elektro Cleand Bandit berkolaborasi dengan Anne-Marie dan Sean Paul, yang dinyanyikan sulung kami, kemarin]

_____________

Dinding petak kamar yang pengap, kusam oleh kenangan lama. Tentang dia dan almarhum suaminya. 

Sekarang dia menjadi seorang ibu. Cinta berubah menjadi pengabdian. Bukan saja waktu, tetapi keringat yang membasahi tubuhnya. Dia bekerja, dan menjadi tulang punggung sendirian.

"Nak, dunia ini tidak diciptakan untuk mendengarkan keluhan hidup kita. Jadi dengarkan saja ibumu, ibu akan selalu memeluk tubuh mungilmu. Menjagamu..." dia berbisik. Air matanya menggenang, mengalir turun membasahi kain bayinya.

Dia adalah ibu tunggal, yang terpaksa menitipkan bayinya pada orang lain. Dia akan membayar per minggu, sejumlah sesuai kesepakatan.

Sepanjang siang, dia akan menjaga bayi kecilnya, memberikannya air susu, dan mengganti popok dengan segenap kasih sayang.

Jika kamu mencari tahu apa yang ada dalam pikirannya, dia hanya ingin putrinya tumbuh dengan senyum riang. Dia yakin Tuhan membebankan semua ini kepadanya karena dia lebih kuat dari yang lainnya. 

Wanita-wanita di luar sana, membesarkan bayinya dengan nafkah dari suami mereka. Tetapi dia tidak punya kesempatan itu. Dia sendirian, bahkan ketika bayinya merindukan ayahnya.

Dia mengusap air matanya, menggoyang-goyang tubuhnya agar bayinya mau tertidur. Apakah sama rasanya dengan berada dalam buaian?

"Rockabye baby, rockabye... tidurlah, Nak... tidurlah..." dia melantunkan lagunya.

Suhu tubuh bayinya sedikit hangat saat dia menciumnya tadi pagi, dan bertambah lagi sampai senja tadi. 

Bayinya sakit, jadi dia memberikan sedikit obat, berharap malam ini bayinya tak demam. Dia hanya diberi izin satu malam, atau dia akan dipecat dari tempatnya bekerja.

*

Matahari sore mulai pergi, dia harus bekerja lagi. Dia bergegas ke ujung jalan, menuju sebuah rumah.

Dia mengetuk pintu dengan sopan. Seorang wanita gemuk keluar, dengan senyum tawar. 

Dengan menjadi pole dancer, wanita di pintu tak perlu repot membuatkan bubur seperti yang dilakukannya, atau mencuci celana bekas ompol. 

Sederhana saja. Menjaga bayinya dilakukan sambil mendengkur, atau bila diperlukan mendekapnya agar bayinya tetap hangat saat hujan turun. 

Dia pamit, dan menyerahkan bayinya. 

Hampir gelap. Dia menghentikan taksi yang melintas, duduk di kursi belakang dengan cemas.

Akhirnya dia sampai di depan sebuah klub dimana para lelaki siap menikmati tariannya.

Dia adalah pejuang, bisik hatinya. Dia sudah berjanji, hidup putrinya tidak akan sama seperti hidupnya.

Dari atas panggung, dia memerhatikan puluhan pasang mata jalang tak sabar. Kali ini raut mukanya gusar. 

Aneh, dia kehilangan tenaga untuk menghibur penggemarnya. Apakah bayinya baik-baik saja?

*

Enam tahun berlalu. Dia menatap putrinya, asyik menggambar sesuatu. 

"Lihat Ibu, ini adalah dirimu. Lalu gadis kecil ini aku. 

Lihatlah lelaki berjaket dan bertopi ini. Dia adalah ayahku. Keren bukan?

Lalu dimana ayah sekarang?"

Dia menatap mata putrinya, lalu merentangkan kedua tangannya. Dia memberikan dekapan seorang ibu kepada buah hatinya.

"Rockabye girl, rockabye... Tidurlah, Nak... tidurlah..." dia mengeluarkan suara, antara nyanyian atau berguman.


Dari dinding petak kamar yang pengap, kusam oleh kenangan lama. Dia mendengar detak jarum jam menari menghibur kesunyian.

Senja berganti gelap, dan bulan di langit bersinar pucat. 

Dia senang bisa menikmati malam dari sedikit celah jendela. Dan lebih merasa senang lagi, akhirnya terbebas dari pekerjaannya yang dulu.

Dia adalah ibu tunggal yang pantang mengeluh tentang apapun. Dia harus menghadapi kesusahannya dengan hati rela. 

Dia mengajarkan putrinya, kuat melangkah tanpa seorang ayah.

Kota Kayu, 25 Juni 2022

Cerpen Ayra Amirah untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun