Aku hampir menjadi gila mendengarnya, tetapi nyonya Martha bersikukuh membela suaminya yang saat itu sudah berusia tujuh puluh tahun.Â
"Tenanglah. Itu artinya Elvara sudah mempunyai tiga saudara tiri dan kakak laki-laki," dia menjelaskan alasannya.
Itulah mengapa kukatakan orang kaya seperti tuan Gani terlalu berambisi dengan hawa nafsunya. Bertingkah seenaknya tanpa mempedulikan ini bukan kesalahan istrinya. Apalagi akhirnya wanita itu juga bisa melahirkan Elvara!
Entah masalah apa, tetapi akhir-akhir ini keduanya menjadi sering bertengkar. Elvara baru saja melangsungkan pesta sweet seventeen selama dua hari, ketika tuan dan nyonya ribut-ribut di kamar atas. Gadis itu akhirnya meninggalkan rumah sambil menangis.
"Kau baik-baik saja, Nyonya Sarah?" tiba-tiba saja nyonya Marie sudah bertanya.
Dengan sopan dia lalu mengajakku minum teh di kafetaria di ujung jalan, lima menit dari rumah yang ternyata juga dipenuhi para tetangga di halaman.
Aku berusaha duduk dengan santai, dengan berlagak menikmati pemandangan di luar jendela kafe. Ada burung salju bertengger berderet di sebatang besi melintang di sana. Sepertinya mereka sangat menikmati cuaca dingin. Entahlah.
Ah, tapi rasanya sulit berpura-pura saat ini. Kepala detektif itu menatapiku dengan wajah yang keibuan, membuat bulir keringat dingin merosot begitu saja ke atas mantelku.
"Aku ingin meminta bantuanmu untuk menceritakan beberapa hal tentang nyonya Martha," tukasnya diikuti anggukanku.
"Apakah almarhum pernah menolak untuk diceraikan?"
Alisku berkerut. "Aku tidak pernah mendengar tentang perceraian."