Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Syal Merah di Negeri Liliput

8 April 2022   09:36 Diperbarui: 8 April 2022   21:20 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja aku menangis meraung-raung sampai air mataku kering sebab merasa terjebak dan kebingungan di sini.

Aku telah kehilangan kamarku dengan camilan biskuit bertabur chips manis dan minuman soda buah. Bukan. Aku lebih kehilangan ponselku dengan kabel charge-nya selalu tercolok ke steker agar aku bisa bermain tanpa henti.

Aku juga menangis karena emak tak mempedulikan panggilanku seperti yang biasa kulakukan di rumah. Tapi tentu saja bukan karena emak lebih mementingkan pisau dapur, lobak, wortel dan apa saja yang harus dia potong. Tapi karena aku telah berpindah ke tempat yang entah apa namanya.

Ketika pertama kali lutut dan tanganku menyentuh permukaan tanah, aku seperti orang yang diserang dari arah belakang sampai aku terjerembab. Aku melihat berkeliling dan hanya ada pemandangan seperti yang tadi kusebutkan. 

Tak ada satupun manusia. Bahkan kuamati diriku sudah berubah seperti boneka liliput yang sangat kecil.

Tidak salah lagi, ini pasti negeri liliput!

Percuma jika aku bertanya mengapa semuanya menjadi aneh dan berubah. 

Tidak ada seorang pun di sini yang bisa menjawab pertanyaanku, apalagi mengembalikan ke tempat asalku. Aku hanya sendirian, benar-benar sendirian bersama kesunyian!

Ups, ergh, maksudku ada sih seekor burung di hadapanku. Kami sama-sama berada di atas pohon. Tapi tetap saja dia tidak bisa menjawab pertanyaanku 

Ketika aku memutuskan untuk mencari rumah yang mungkin penghuninya bisa memberikan teh hangat atau apapun untuk melawan rasa dingin, rumah-rumah itu sama sekali kosong dan tak terdengar sedikitpun suara di dalamnya.

Ini benar-benar terkutuk, bukan?

Perlahan aku mengingat-ingat saat terakhir kali sebelum akhirnya aku sampai di sini. Apakah waktu itu aku sedang ketiduran dan ini hanyalah sebuah mimpi?

Aku mencubit tanganku, menggigit bibirku, bahkan menampar pipiku sendiri. Sakit! Semua terasa sakit. Artinya ini bukan sebuah mimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun