Mungkin aku tidak tergolong wanita sadis. Sudah kukatakan pada lelaki itu. Tetap saja aku gagal menolak tugas ini. Dia tetap memaksa membantunya menculik bayi itu kemarin.
Enam tahun sudah kujalani pekerjaan sebagai pengasuh bayi. Entah sudah berapa banyak bayi yang kurawat dan sekarang mereka tumbuh kanak-kanak.
Mendiang nenekku pasti kecewa bila melihat pekerjaanku. Tapi mana mungkin aku bisa jadi pekerja kantoran. Orang tuaku tak mampu memberi penghidupan layak, apalagi pendidikan yang baik. Satu-satunya peluang dari keterampilan standar yang dimiliki semua orang, tentu sabar mengurus bayi.Â
Jika kau bertanya, apa aku tidak takut dipenjara, tentu aku sangat takut. Aku belum menikah sama sekali, dan tunanganku pasti akan meninggalkanku begitu tahu aku terlibat kasus seperti ini. Tapi lelaki itu terus mengancamku.
Namanya Lukas. Dia licik dan penampilannya sangar. Mulanya menolongku saat copet menarik tasku. Ah, mengapa aku tidak segera sadar itu adalah rencananya. Aku mengucapkan terima kasih tetapi dia malah meminta nomor telepon. Sekarang dia memerintahkan apapun untuk rencananya pada bayi malang ini.
Lihatlah wajahnya. Tampan dan lucu. Meski hanya minum setengah botol susu, tidurnya tampak begitu nikmat. Aku pun merebahkan diri di kasur, sambil menunggu lelaki sialan itu mengambil baby A.
*
Aku menikah dengan Rein, tunanganku. Aku sangat bahagia. Akan ada seseorang yang memberiku kehidupan lebih layak, tanpa harus menjadi baby sitter lagi. Aku hanya perlu mengurusi rumah mungil kami.
Ayah dan ibu datang bersama enam saudaraku. Wajah mereka sangat gembira. Kata mereka aku sangat cantik. Tentu saja. Aku pun mengira demikian.
Waktu cepat berlalu. Rein bersikap sangat baik padaku, kecuali ibunya. Setiap hari wanita itu bertanya kapan kami punya anak. Tanpa adanya keturunan, Rein tidak akan mewarisi perkebunan orang tuanya. Ancaman macam apa ini!