Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perahu Tua dan Pemiliknya

20 Februari 2022   07:01 Diperbarui: 20 Februari 2022   07:42 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perahu Tua dan Pemiliknya|foto: Pixabay.com

Perahu merasa bahagia dapat menjadi kendaraan nelayan mengarungi bahtera hidupnya. Berjuang bagi banyak orang.

Suatu ketika laut mengamuk. Nelayan terlempar keluar dan diselamatkan kapal yang kemudian melintas. Sementara ia sendirian saja dipermainkan takdirnya. Terseret dan terbawa arus selama berminggu-minggu. Sebagai perahu tak berdayung.

Waktu memang jauh berlalu. Nelayan kini telah renta, dan perahu pun lapuk dimakan usia.

Seperti terbuang, beberapa perahu tua pun dibiarkan membisu di bawah pohon, di atas hamparan pasir. Menatap ombak bermain.

Dulu, anak-anak di kampung nelayan tertawa bahagia. Mereka berlarian di atas hamparan pasir. Saling berlomba menerbangkan nestapa ke langit biru. 

Ibu pernah berkata, "Jadilah anak baik agar disayangi Tuhan. Apa yang kita butuhkan, Tuhan sudah sediakan."

Laut adalah sekolah bagi anak-anak kampung nelayan. Dari sana mereka belajar bahwa hidup adalah menjatuhkan tetes keringat. Untuk makan sesuap nasi, bukan dengan mengambil milik yang lainnya. Tepat seperti yang dilakukan bapak mereka. Menjemput karunia Tuhan dengan berpeluh dan saling membantu.

Ini adalah kebaikan yang paling mudah dilakukan. Tanpa itu bapak mereka pasti sudah terkubur di dasar lautan. Badai dahsyat tak ubahnya malaikat maut yang siap mengantar pada kematian.

Kini, anak-anak itu menjelma dewasa. Waktu berjalan, mengajarkan pahitnya kehidupan nenek moyang mereka. Menjadi pelaut tak seindah kedengarannya.

Seperti yang lainnya, mereka juga tiba di persimpangan jalan. Bak perahu di tengah lautan yang kehilangan rasi bintang, mereka bimbang memilih kiri atau kanan. Seperti perahu tak berdayung yang harus dipermainkan ombak.

Perahu tua tak lagi berguna. Anak muda selalu dipenuhi mimpi-mimpi baru. Banyak nasihat terlupa begitu saja

Diputuskannya meninggalkan ibu bapaknya sendirian. Ia tak rela teronggok dalam rumah-rumah menyedihkan selamanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun