Mendung bergelayut, menemani kegiatanku memotret untuk kelas foto yang kuikuti. Tema yang diberikan cukup menarik. Tentang hewan di air. Boleh kolam, boleh danau ataupun sungai kecil di pinggir hutan.Â
Aku spontan membayangkan seekor anak katak di permukaan daun teratai, anak kancil yang sedang minum, atau buaya muara yang mengintip. Tapi dimanakah momen seperti itu bisa kutemukan?
Sunyi memperdengarkan suara daun kering beradu dengan sepatuku. Kurapatkan jaket sweater kuning dan memasang beberapa kancingnya.Â
Aku berjalan lagi, memanfaatkan langit yang belum menumpahkan hujan deras. Keputusanku sudah bulat. Foto itu harus kudapatkan. Bahkan foto itu harus unik!
Sudah cukup jauh, sejak kuikuti jalan dekat rawa. Tiba-tiba imajinasi berkeliaran dan perputaran waktu menjadi terhenti.
Sebuah dataran menyambutku. Kering dengan tumbuhan semak ilalang. Tanpa pohon untuk berteduh, atau batang kayu untuk duduk beristirahat.Â
Aku tak peduli ini dimana. Belum pernah kujumpai sebelumnya. Tapi lihatlah, di sana ada semacam telaga dan beberapa burung Flamingo!
Pucuk di cinta, ulam pun tiba.
Kukeluarkan permen jahe dari dalam tas. Tenggorokanku yang kering, mulai hangat dan nyaman. Terima kasih ya Rabb, aku menemukan objek yang kuinginkan.
Aku bergeser ke kiri ke kanan, mencari angle ciamik. Booster semangatku sudah bekerja dengan baik. Ayo, Flamingo, izin mengambil gambarmu yaa!
Cekrek! Cekrek! Cekrek!!
Sangat memuaskan. Ini ajaib!
Aku lalu duduk beristirahat di atas ilalang begitu saja. Segelas air mineral, menemani mengecek gambar. Sempurna!
Flamingo. Mereka bak balerina dengan rok pendek dan sepasang kaki yang indah. Mereka adalah kawanan yang cantik, dengan tubuh merah muda dan bulu putih. Menarik sekali.
Aku menikmati pemandangan langka dan teringat buku-buku Biologi di perpustakaan.Â
Flamingo menyukai lahan basah dan air dangkal untuk mencari makanannya. Alga merah, biru dan hijau serta udang air asin, banyak mengandung pigmen karotenoid yang mempengaruhi warna tubuh flamingo.Â
Setelah memakan makanannya, pigmen karotenoid akan dipecah oleh organ pencernaan yaitu hati. Pecahan enzim tersebut, diserap oleh lemak, lalu diserap lagi oleh bulu, paruh, dan kulit flamingo. Berapa jumlah yang mereka asup, akan menentukan warna mereka yang terlihat berbeda, mulai dari merah muda sampai oranye.
Sebagai hewan jenis burung (aves), flamingo tidak mempunyai kelenjar susu. Namun lendir merah muda yang diolah pada paruh flamingo dewasa, menjadi susu bagi anak-anak mereka sampai berusia sekitar dua bulan.(sumber).
Mereka bisa berkumpul dan bermain di suatu tempat bahkan sampai ribuan ekor. Tidak heran flamingo menjadi filosofi persahabatan dan kesetiakawanan.Â
Sepasang flamingo yang berdekatan dan menautkan paruhnya membentuk simbol hati, menjadi perlambang cinta dan kasih sayang. Entah apa yang mereka bisikkan ketika itu, berlama-lama dan membiarkanku mengambil gambarnya yang fantastis.
Ayo dansa lagi, Flamingo!
Tanpa sadar aku berseru pada mereka. Aku ingin melihat mereka bergaya kali ini. Entah kapan lagi aku akan berada di sini.
"Kak... Kak... Bangun, Kak!" sebuah suara mengusikku.
Aku membuka mata, dan melihat gadis kecil berwajah legam. Rambutnya tergerai dan bajunya sederhana.
"Kakak dari mana? Kakak tertidur di sini."
"Tapi ini mau hujan. Kakak pulang saja yaa..."
Aku melihat berkeliling. Sebuah rawa yang dipenuhi tumbuhan kangkung dan entah apa lagi.Â
Langit kelabu bertambah gelap, sepertinya memang akan turun hujan.
SELESAI
Cerpen Ayra Amirah untuk Kompasiana
Kota Tepian, 12 Januari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H