Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Bunga dan Prajurit Kupu-kupu

18 Desember 2021   21:15 Diperbarui: 18 Desember 2021   21:28 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gadis Bunga dan Prajurit Kupu-kupu|foto: amazon.com

Sebagai seorang ayah, naluriku cukup terluka mengenang putri kesayanganku satu-satunya. Walau pipi ini tak pernah dibasahi air mata, jauh di dasar hati aku kerap menangis sedih. Usia sepuluh tahun, belum memuaskan hati ini merawat dan memenuhi semua permintaannya.

Bulan Desember sudah menginjak hari ke delapan belas, saat itu. Sebentar lagi tahun yang baru akan menjelang. Harapan pun ikut lahir seiring bunga-bunga yang indah. 

Tentang gadis kecil yang akan tumbuh jelita dan merawatku di hari tua. Atau paling tidak, ia bisa menggantikan kepergian ibunya. Mengusir kesepianku dengan senyum dan tawa manja setiap hari.

Hampir setiap sore hujan menyiram taman kota. Tak terkecuali hari ini. Begitu suasana kembali cerah, langit bersih, aku tak bisa lagi mengelak. Putriku minta ditemani bermain sepeda mini. Berputar kian kemari di antara bunga dan gerombolan kupu-kupu.

"Bukan Ayah, itu prajurit kupu-kupu. Bukan gerombolan..." protesnya saat itu. Aku tertawa. Begitu sayangnya ia pada serangga bersisik pemakan nektar itu.

Putriku itu, gadis paling tegar yang kutahu. 

Pertama, ia kehilangan ibu sesaat setelah melahirkannya ke dunia. Tapi ia mampu bertahan sampai hari ulang tahunnya ke sepuluh terlewati. Kedua, ia tak pernah menangis, meski di dalam pelukanku ia bertanya bagaimanakah wajah ibunya? Ketiga, di ruang ICU di hari terakhir kehidupannya, ia memberiku senyum perpisahan tanpa setetes pun air mata. Dan mungkin aku adalah ayah paling cegeng. 

Setiap kali rindu itu datang mendera, aku akan berlama-lama duduk di sini. Mencari gadis bunga dan prajurit kupu-kupu, di antara bangku taman yang basah. Gadis kecil yang sangat kukenal, yang tersenyum penuh rasa bahagia. 

Tahun-tahun terus berlalu. Bulan Desember selalu datang bersama hujan dan harapan.

Bagaimanakah seorang ayah akan mengenali putrinya sendiri, bila ia sibuk bekerja?

Pertanyaan ini berkali-kali menusuk ke pusat jantung, menghujam tanpa ampun.

Putriku kutitipkan pada ibu mertua, lima hari dalam seminggu. Pagi-pagi sekali kami berangkat dari rumah, dan malamnya kujemput. Cukup melelahkan sebenarnya, karena jaraknya dengan rumah kami sekitar sejam dengan mengendarai mobil.

Sesampainya di rumah, biasanya aku tertidur saat istirahat di sofa. Putriku sibuk menyelesaikan gambarnya untuk ditunjukkan pada ayahnya yang payah ini. Tapi aku malah dibuai mimpi.

Seringkali putriku tak menikmati makan malam yang kami beli di perjalanan tadi. 

"Nindy tidak mau makan tanpa ayah..." jawab putriku. Sayang juga, makanan enak itu sekarang sudah basi. Hanya bisa dibuang di bawah pohon mangga. Paling tidak akan terurai dan menjadi pupuk saja.

Belum lagi saat siang hari, ternyata putri kesayanganku sering malas makan. Sudah sering ibu mertua memberitahu, tapi lihatlah apa yang lebih mengisi pikiranku.

Rasa bersalah sepertinya akan menjadi pembunuh bagi ayah sepertiku. 

Andai saja Nina masih ada, dia akan merawat putri kami dengan baik. Seorang wanita jauh lebih peka dan telaten menghadapi karakter anak seperti apapun.

"Putri Bapak mengalami infeksi Helicobacter pylori," tutur Dokter Anwar di ruangannya.

Aku nanar, terpukul dan merasa sangat berdosa.

Sudah cukup lama, penderitaan ini dirasakan putri kesayanganku, semata wayangku. Mual, muntah, dan terutama rasa sakit yang dahsyat dari perutnya. Berkali-kali ia pingsan, lalu dilarikan ke rumah sakit. Andai saja aku bisa bertukar tempat dengannya. Aku, aku memang tidak becus!

Suasana taman kota masih tetap sepi. Bunga-bunga, daun dan paving tampak basah, dibilas hujan sore. Langit bersih dan suasana terasa demikian sejuk.

Tak sekali pun gadis bunga kutemukan dengan sepedanya. Apalagi senyum penuh rasa bahagia. Semua kenangan itu telah lama hilang. Bahkan prajurit kupu-kupu tak mampu memberi kabar tentang putri kesayanganku.

Selamat jalan gadis bunga kesayanganku. Engkau tak hanya merindukan ibumu, kan? Ayah tahu seorang anak akan lebih tepat berada di sisi ibu yang melahirkannya. Seorang ibu lebih paham bagaimana merawat dan membahagiakan anak-anaknya.

Nina sayang, buket mawar putih ini untukmu. Sebentar lagi tanggal 22 Desember. Selamat hari ibu yaa. Tolong jaga anak kita di sana...

SELESAI

* Infeksi Helicobacter pylori menyerang lambung karena sanitasi yang buruk, air yang terkontaminasi bakteri, serta telat makan yang parah. Selengkapnya Infeksi Helicobacter pylori

Cerpen ini ditulis Ayra Amirah untuk Kompasiana dalam rangka menyambut hari ibu 2021

Kota Tepian, 18 Desember 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun