Kejadian ini berlangsung cukup lama, dan anehnya selama itu pula aku tak menaruh curiga.
Mas Rafa sangat menyayangiku. Mungkin itu sebabnya aku sangat percaya padanya.
Aku juga melakukan beberapa terapi untuk mengurangi dan menghilangkan rasa cemburu.Â
Menurut psikiater pribadiku, rasa cemburu itu hampir tidak berguna. Lebih sering memecah-belah rumah tangga, ketimbang menambah kemesraan pasangan suami istri.
Entah angin apa yang membawaku malam ini. Saat terdengar suara sendok beradu dengan cangkir, seketika rasa kantukku hilang. Aku pun turun dari pembaringan, melangkah menuju dapur.
Alangkah terkejutnya saat aku melihat seorang wanita duduk membelakangi. Siapa dia?
"Hey, perempuan! Siapa kamu?" aku bertanya dengan menghardiknya.
Perempuan itu berbalik. Wajahnya sedikit menunduk, tapi aku bisa mengetahui kalau ia sedikit lebih muda dariku.
Tunggu, wajahnya mengingatkanku pada seseorang yang pernah kulihat sebelumnya Tapi siapa? Aku mencoba mengingat-ingat.Â
"Apa kau soleha, anak Encik Maira?"
"Apa yang kau lakukan di sini?" Belum sempat terdengar jawaban perempuan itu, Mas Rafa muncul entah dari arah mana.