Oktober yang buruk, ketika Denik dan pria itu duduk berhadapan, menikmati hidangan seafood yang terasa hambar. Hembusan angin di pantai Anyer, membuat keduanya bergeming satu sama lain.Â
"Mas, kau pernah bilang aku wanita yang pantas dicintai. Ingat?" tanya Denik akhirnya.
Prakasa menatap tepat ke dalam mata wanita di seberang duduknya. Ada sekeping hati yang retak di sana. Berkaca-kaca dan hampir tumpah. Tentu ia masih ingat.
"Oleh orang yang tepat, Sayang. Dan itu bukan aku."
Sepasang bibir mungil terkatup rapat kembali. Diteguknya juice orange untuk menyejukkan tenggorokan yang tiba-tiba kering. Denik tampak begitu menderita.
"Mas juga pernah bilang, kita akan menikah secepatnya, kan?"
"Tapi aku salah. Kita tidak bisa terus memaksa keadaan."
Ah, Denik terhempas. Rasanya lebih menyakitkan dari apapun.Â
Setelah begitu banyak waktu terbuang, dan harapan yang membawanya terbang, Mas Prakasa mengatakan penyesalannya?
Pria sama saja, tidak bisa dipercaya. Denik memaki dalam hati. Sepasang matanya nanar memperhatikan lautan.