"Ada juga yang bersambung, Bu."
"Mmm, sukanya baca yang apa. Romantis, atau komedi?"
Mereka berdua tersenyum simpul, tanpa bisa menggambarkan.
"Suka baca-baca aja, Bu, kalau lagi mood. Kalau lagi males, nonton siaran tv nya aja sih..."
Demikian sepotong percakapan saya dengan dua remaja SMU.Â
Keesokan harinya, barulah saya sempat memeriksa aplikasi yang dimaksud kedua remaja. Saya melihat ada banyak sekali cerita romantis, bahkan untuk 21 tahun ke atas!
Sungguh sayang, bukan, remaja kelas sebelas dibekali kendaraan, uang jajan, ponsel pintar, namun orang tua abai terhadap sepak terjangnya?
Polisi bagi anak remaja
Mengawasi apa saja kegiatan anak remaja, dengan siapa ia bergaul, kemana kakinya melangkah, bukanlah isapan jempol belaka.
Jika diibaratkan, anak remaja bak orang di persimpangan jalan. Ia mempunyai beberapa pilihan yang tidak cukup dipahaminya. Tidak heran, bila kemudian banyak didengar kasus-kasus yang mencoreng muka kedua orang tua. Di titik inilah, fungsi orang tua sebagai "polisi" bagi anak remaja, sangat dibutuhkan.
Berikut tips menjadi "polisi" bagi anak remaja:
- Jadilah teman. Saya percaya, di rentang usia 12-17 tahun, anak remaja tidak ingin lagi dianggap anak-anak. Tetapi di lain pihak, mereka sangat haus perhatian dan kasih sayang keluarga. Menjadi teman akan membuatnya bersikap terbuka dengan orang tua. Anda pun dapat memantau isi pikirannya dengan mudah.
- Banyak meluangkan waktu. Ketika mereka tumbuh besar dan menjadi mandiri, jangan mengira orang tua dapat meninggalkannya untuk mengurus bisnis yang selama ini tertunda. Apalagi dengan mengedepankan alasan biaya pendidikan dan kebutuhan lainnya semakin meningkat. Di sinilah orang tua membuka pintu masuk hal-hal negatip yang mungkin mempengaruhi hidup remaja.
- Hindari bersikap keras. Usia mereka sekarang, merupakan masa yang sensitif atas sikap keras atau bersahabat. Sebab ia sedang mengenal lingkungan di luar rumah. Ada banyak orang-orang yang ingin menjadi temannya. Bahkan pelaku kejahatan pun, akan menyamar menjadi orang yang ramah. Sikap keras, alih-alih akan membuatnya menjauh.
- Peraturan berbentuk kesepakatan. Pada tahap ini, orang tua dan anak duduk bertiga. Ingatlah bahwa anak membutuhkan perhatian, cinta dan rasa hormat dari orang tuanya. Artinya, peraturan tidak dapat sekonyong-konyong ditegakkan tanpa sebuah pendekatan. Berilah wawasan dan alasan mengapa ia tidak boleh hang out seharian, atau tidak boleh bermain gadjet sampai melupakan waktu sholat dan makan.
- Beri apresiasi serta kepercayaan. Dua hal ini juga tak bisa dihindarkan dari remaja. Ketika prestasi maupun karyanya mendapat respon baik dari orang tua, ia akan merasa berharga dan lebih bersemangat. Ketika ia dipercaya melakukan kegiatan tanpa dibuntuti atau diinterogasi, ia pun akan merasa dihargai. Ini baik untuk psikologinya.
- Pola hukuman yang mendewasakan. Katakanlah anak remaja tidak mengirimkan tugas sekolah daringnya beberapa kali. Tentu pihak sekolah akan memberitahukan orang tua yang tampaknya sudah kecolongan. Hukuman yang dapat diberikan bukan berupa pukulan fisik, atau membersihkan kamar mandi. Hukuman yang pasti ditolaknya dan membuat orang tua dibenci. Hukumlah dengan menghafal surah pendek juz amma, misalnya. Atau mengerjakan soal matematika, yang belum lancar dikuasainya.