Berduyun-duyun, wanita tua menyusuri jalan setapak kehidupan. Wajahnya tertunduk menyaksikan liku-liku jalan kebenaran. Nafasnya tak sanggup memburu waktu, teratur pun tidak.
Jelas tergopoh, wanita tua menggendong kayu bakar dalam ikatan besar. Dilakukannya demi meraih upah pengisi periuk nasi di dapur. Dari hasil keringat sendiri, tanpa perlu menadah tangan ini.
Perjalanan cukup jauh, dari tepi hutan ke perkampungan pembuatan tahu putih.Â
Wanita tua merasa dahaga. Diimpikannya segelas air bening nan sejuk. Namun ia hanya bisa menelan kegetiran hidup, dari tenggorokan yang kering sejak pagi.Â
Aku bertanya, "mengapa harus seperti ini?"
Wanita tua menggambar dari senyum di bibirnya. Hidup begini lebih indah dari mencuri! Lalu ia pun berlalu.
Aku terpaku. Wanita tua berduyun beriringan menjalani kisah hidupnya. Tanpa ingat tubuh itu pasti kian ringkih diselimuti lelah. Hanya kesabaran yang dibawanya, dalam kantung kekuatan pada pakaian yang lusuh.Â
Duhai malam, hanya dirimu yang dia nantikan. Bak bunyi lonceng, sebagai tanda istirahat bagi raga.Â
Ketika kedua mata dia pejamkan, mimpi membelainya dalam ketenteraman. Sesungguhnya ini nikmatnya hidup yang dia punya. Percayalah, Kawan!
____________
Puisi parafrse ini saya dedikasikan kepada mereka yang pantang menyerah di hari tuanya.