Cinta segitiga adalah mimpi buruk bagi setiap rumah tangga. Pelakunya bisa suami, bisa istri. Korbannya, pasti anak-anak mereka; baik yang masih kecil maupun sudah dewasa.
Ingat lagu yang dipopulerkan penyanyi Cita Citata beberapa tahun lalu? Sakitnya tuh di sini, di dalam hatiku. Sakitnya tuh di sini, pas kena hatiku. Sakitnya tuh di sini, kau duakan aku...
Mari kita simak ilustrasi berikut:
Sebut saja namanya Rina (34 tahun), yang hampir tujuh tahun membina bahtera rumah tangga dengan Udin (36 tahun). Keduanya telah dikaruniai dua anak yang lucu-lucu.
Meski Rina bekerja keras merawat dan mendidik buah hatinya, sang suami terus memandang sebelah mata. Bahkan sesekali melayangkan kalimat bernada meremehkan.
Singkat cerita, oleh temannya, Udin dikenalkan pada Wulan (50 tahun). Mereka pun mengobrol di telepon saat Udin berada di tempat kerja.
Kehidupan rumah tangga yang kurang harmonis, sering diwarnai cekcok, akhirnya mendapatkan gilirannya  untuk berganti warna.Â
Saat ditanya mengapa Udin tega mengkhianati Rina saat anak mereka masih 4 dan 7 tahun; ia menjelaskan bahwa istrinya itu sering mengeluh, mengomel, menekan dan memarahinya. Laki-laki mana yang betah dibegitukan?
Suatu hari, karena tersulut emosi, Udin kelepasan menendang istrinya. Rina pun langsung memilih minggat ke rumah orang tua serta melaporkan kejadian ini ke polisi.
Dua bulan berlalu. Udin tak berusaha memperbaiki hubungannya dengan Rina. Ia malah merasa mendapat kesempatan untuk mengajak Wulan yang dipacarinya tidur di rumah kontrakannya; atau sebaliknya, di rumah kontrakan wanita tersebut. Nafkah untuk kedua anaknya, sebatas dua ratus ribu saja sebulan.
Rina, akhirnya meminta bertemu dengan Udin untuk membicarakan hubungan mereka.Â
Udin tak dapat mengambil keputusan. Baginya berhubungan dengan wanita lain dirasa lebih bebas dan menyenangkan, tak ada tetek bengek urusan rumah tangga. Udin lebih suka menggantung istrinya dan menolak bercerai.
Tak tahan dengan hubungan cinta segitiga yang sudah berlangsung dua bulan, Rina lalu memutuskan meninggalkan Udin. Ia pergi ke negeri antah berantah dengan harapan persembunyiannya tak diketahui sang suami.
Empat bulan berlalu. Apa yang ada antara Udin dan Wulan bukanlah love antara dua orang, tetapi nafsu belaka. Di hadapan para tetangga, keduanya sanggup menghilangkan rasa malu. Bahkan sampai pemilik kontrakan mengusir Wulan yang konon gemar gonta-ganti pasangan.Â
Delapan bulan setelah bergumul dengan dosa, keduanya berpisah. Udin memilih kembali pada keluarga kecilnya.
*
Dari kisah Rina dan Udin, ada beberapa hal yang saya garisbawahi:
- Istri harus pandai memilih waktu untuk menyampaikan keluhan pada suami. Setelah makan malam, atau setelah cukup istirahat, bisa membahas hal serius. Perut yang lapar, beban stres dan lelah bekerja, akan menempatkan seseorang pada titik sensitif, mudah marah. Menyampaikan uneg-uneg, keluhan dan semacamnya; selalu gunakan bahasa yang enak didengar. Hindari perkataan yang memojokkan apalagi merendahkan.
- Suami harus paham posisinya mendidik istri, jadi tidak mudah mengambil pelarian di luar rumah. Bagaimana pun anak-anak yang akan menjadi korban perselisihan kedua orang tua.
- Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan duduk bersama. Bisa juga menghadirkan orang yang dituakan dan bijaksana menengahi. Hindari kekerasan dalam rumah tangga. Mendekatkan diri kepada Allah SWT agar hati menjadi tenang.
Ada banyak alasan yang mendorong terjadinya cinta segitiga dalam rumah tangga. Ekonomi, komunikasi yang kurang lancar, sampai rasa bosan pada pasangan.
Kerikil dalam rumah tangga, jangan sampai menjadi batu sandungan yang akan membuat jatuh. Pandai-pandailah menyikapi situasi dan kondisi yang tidak diharapkan.
Tidak ada laut yang tak berombak, bukan?
________
Ilustrasi diambil dari kisah nyata. Nama tokoh telah disamarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H