Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pentingnya Buku Evaluasi Diri bagi Anak

4 Agustus 2021   16:25 Diperbarui: 6 Agustus 2021   04:36 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si sulung tampak ragu dan takut berdebat | Dokumentasi pribadi

Evaluasi, sederhananya memiliki arti penilaian. Buku evaluasi diri, biasanya ditujukan bagi kalangan profesional seperti halnya guru maupun pejabat.

Gagasan yang tidak disengaja

Buku evaluasi diri, jika saya terapkan kepada anak-anak, mungkin yang terbersit pertama kali adalah saya ibu yang keras. 

Orang yang mendengarnya bisa menganggap saya termasuk ibu yang kejam dan keterlaluan.

Memang benar, tadinya saya juga tidak terpikir untuk meminta anak-anak membuat catatan-catatan dalam sebuah buku tulis. Sampai suatu ketika, mereka membuat saya geram dengan kesalahan yang fatal.

Kekerasan yang dilakukan anak, sekuat tenaga harus dihindari oleh para orang tua. Memberi contoh, memberi pengertian, teguran serta peringatan; menjadi metode parenting yang disepakati.

Tujuan buku evaluasi diri

Ketimbang saya harus berteriak dan memancing sakit pada kepala belakang, saat itu juga saya meminta mereka mengambil sebuah buku kosong.

Si sulung tampak ragu dan takut berdebat | Dokumentasi pribadi
Si sulung tampak ragu dan takut berdebat | Dokumentasi pribadi

Anak tengah suka bertanya apa saja | Dokumentasi pribadi
Anak tengah suka bertanya apa saja | Dokumentasi pribadi

"Tulis tanggal hari ini," perintah saya seraya berusaha meredam emosi.

"Tulis apa kesalahan yang baru kakak buat!"

"Lalu tulis, seharusnya kakak tadi bersikap apa?"

Selang beberapa waktu kemudian, hati dan kepala saya mulai dingin. Di sisi lain, saya sangat tidak ingin kehilangan senyum mereka.

Untuk menghilangkan ketegangan di antara kami, sekaligus untuk membuat mereka paham, saya ajak mereka duduk bersama.

Lalu saya katakan bahwa buku evaluasi diri merupakan catatan apa saja kesalahan mereka dalam kurun tertentu untuk diperbaiki. Betapa saya mengharapkan mereka menjadi pribadi yang mengambil pelajaran.

Diibaratkan kendaraan yang kehabisan kampas rem, jika nekad dibawa ke sana-ke mari akan sangat berisiko. 

Jika pemilik kendaraan memutuskan mengganti kampas rem, maka jalannya akan aman dan baik.

Ini pula yang sangat saya harapkan dari anak-anak kami. Bukan saja bertumbuh, tetapi juga bermoral. 

Saya cukup sering menantang mereka dengan kalimat, "bagaimana bangsa Indonesia bisa bermoral? Generasi mudanya seperti ini?"

Saya masih ingat salah satu dari catatan mereka berbunyi, "hindari mendapat malu." 

Mungkin kedengarannya berlebihan yaa, apalagi usia mereka belum lagi remaja.

Moral dan malu, apa hubungannya?

Saya sangat khawatir dengan deskripsi, "anak yang moralnya buruk, seperti mencoreng arang ke muka orang tua." 

Nah, saya bisa apa? Tentu saya harus mencegahnya, bukan?

Mengapa buku evaluasi diri menjadi penting?

Sadar atau tidak, saya sendiri semasa remaja, mempunyai banyak catatan di luar urusan sekolah.

  • Catatan apa yang saya inginkan
  • Catatan apa yang harus saya lakukan
  • Catatan apa yang berhasil saya dapatkan

Dari sinilah, saya "belajar" mencapai tujuan dan mengetahui hambatan apa yang harus diselesaikan. 

Maklum, bisa dibilang saat itu saya bertumbuh tanpa kehadiran orang tua. Mereka ada, tetapi sibuk dengan urusan masing-masing.

Saya katakan kepada anak-anak kami, "Buku ini akan dibaca secara berkala. Lihat, apakah ada hal yang berhasil diperbaiki dari sebelumnya?"

Bahwa anak-anak masih dalam masa mencari nilai-nilai positif, saya setuju. Dan menjadi kesempatan yang sangat baik, jika sebagai ibu saya mendidik mereka sedini mungkin.

Cukup sering saya gambarkan kepada anak-anak kami, tujuan dari pembukuan, pencatatan dan pelaporan dalam sebuah badan usaha, untuk menelisik dan menemukan koreksi hal-hal yang dianggap perlu. 

Sesungguhnya kebiasaan ini dapat diterapkan pula pada kehidupan keluarga. Rincian belanja keluarga, perencanaan anggaran liburan, termasuk buku evaluasi diri, misalnya. 

Di sisi lain, dari jenis kesalahan (minus) dalam diri anak-anak, dapat ditarik benang merah; ke arah manakah minat, bakat dan kemampuannya?

Si sulung yang pendiam dan patuh

Di balik gayanya yang tenang, ia tampak dewasa dan cerdas. Minatnya adalah hal-hal mengenai angkasa dan benda-benda langit di dalamnya.

Keraguannya dalam mengeluarkan argumen, pernah menjadi sebab kemarahan saya. Barulah saya tahu, si sulung sebenarnya memiliki sifat bijaksana dan berhati-hati dalam bertutur.

Anak tengah yang berpikir di luar dunianya

Kepo, banyak berkhayal, banyak bertanya, dan gemar mengutak-atik setting ponsel, adalah sikap-sikap yang pernah membuat saya memarahinya. Sementara suami membela dengan mengatakan anak tengah itu kreatif dan suka mempelajari apapun.

Orang tua punya peranan besar

Memang, sebagian besar orang tua lebih menyukai anak-anak mereka tumbuh secara natural. Tidak banyak peraturan yang diberlakukan apalagi jika hal ini bisa menekan.

Sesekali saya arahkan anak-anak kami untuk berpikir, mengapa tidak semua orang menjadi pimpinan, baik dalam skala kecil atau besar; dan tidak semua peserta lomba, keluar sebagai juara?

Saya sangat percaya, mereka inilah orang-orang pilihan. Kompeten di bidangnya serta memiliki disiplin yang kuat.

Kalau sudah jelas begini, pertanyaan pamungkas yang saya ajukan adalah, kakak mau pilih jadi siapa?

Bahkan yang terbaru, saya kerap berpesan pada mereka, "Kau adalah tunas bangsa, nak. Janganlah tujuan belajar di sekolah hanya untuk mendapatkan nilai rata-rata."

Lihatlah mereka nun di pedalaman, bergelantungan menyeberangi sungai untuk pergi ke sekolah. Atau yang dibungkus balon plastik lalu diapungkan ayahnya untuk sampai ke seberang. Itupun masih ditambah dengan berjalan kaki sejauh sekian kilometer.

Dan ketika langkah yang saya ambil dirasa cukup, saya pun harus legowo menerima apapun hasilnya.

Semoga menginspirasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun