Jadi bos itu, tidak gampang, menurut saya. Tidak cukup hanya dengan pintar, seseorang bisa menjadi pemimpin perusahaan. Tapi juga harus cerdik, kuat mental, serta sabar.
Ramah-tamah, juga tidak terlalu penting. Sebab seringkali dijadikan kelemahan oleh anak buah yang tidak tahu diri.
Sebuah pengamatan sederhana terhadap mandor dan anak buahnya, pada proyek pengerjaan gedung kelurahan yang baru. Sebut saja namanya Pak Juri.Â
Pada tahap tertentu, ia sudah merekrut 30 orang karyawan dengan spesifik keahlian tukang dan helper. Mereka mengerjakan dalam kurun waktu empat bulan saja, sesuai deadline yang diberikan.
Adalah Koh Henri, orang kepercayaan sekaligus teknisi yang memasok ketersediaan bahan di lapangan. Sifatnya yang doyan mengirit anggaran, konon justru memasukkan uang ke kantong sendiri. Nah lo!
Belasan pekerja pun hanya bisa duduk menganggur. Ini jelas merugikan perhitungan gaji sang mandor. Meski sudah didorong untuk melapor ke "atas", Pak Juri masih saja memakai jurus sabar dan menahan diri.Â
Dan memang benar, masalah ini tidak sampai berkepanjangan.
Tetapi, muncul "penyakit" lain sebagai dinamika bekerja.
Pak Udin, satu dari sedikit pekerja yang diandalkan karena kualitas kerjanya memang jempol, belakangan selalu datang satu jam lebih lambat dari pukul delapan. Setengah menyindir, para buruh bangunan biasa menyambut kedatangannya dengan membungkuk sambil berkata, "pagi, Pak Udin..."Â
Yang disapa hanya mesem-mesem. Tapi terus saja berulang sampai proyek kelar.
Oya, Pak Udin sempat mendapat bonus cukup besar dari sang mandor, sama seperti beberapa orang lainnya yang terlibat sejak awal proyek.
Apakah Pak Juri tidak pernah menengahi kecemburuan pekerja tentang jam karet Pak Udin?Â
Sama sekali tidak.
Pak Juri bisa dibilang mandor yang "laris" di bidangnya. Orang-orang seperti Pak udin, adalah personal dengan kemampuan tinggi yang "langka", menurutnya. Jadi ia sangat takut relasinya akan terganggu karena masalah kecil ini. Meski datang terlambat, disinyalir pencapaian Pak Udin sudah melebihi target. Sudah memberikan keuntungan bagi sang mandor.
Menurut saya, menjaga hubungan dengan pemain utama, adalah langkah cerdik. Inilah mengapa, bos baik hati, karyawan minta jantung. Sayangnya, muncul sikap indisipliner dari anak buah yang tidak tahu diri.Â
Semoga saja rezeki yang diterima juga mendapat berkah, bukan sebaliknya.
bos yang baik tidak melulu dicintai bawahannya. Saya punya ilustrasi tentang hal ini.
Sebenarnya,Pak Udin, suatu saat mendapat kepercayaan membangun rumah dua lantai dengan balkon luar, pada sebidang tanah yang labil.Â
Karena sifat setia kawan yang besar, semua yang menjadi temannya pun, diajak serta. Mulailah mereka bekerja bersama-sama dengan riang gembira.Â
Pak Udin tipe pribadi royal yang suka mentraktir makan minum anggotanya. Kerap pula memberikan pinjaman bagi kawan yang membutuhkan uluran tangannya. Begitulah.
Sampai suatu ketika, di pertengahan masa proyek, muncul tokoh dengan sifat iri dengki kepada Pak Udin. Sebut saja namanya Pak Abbas.
Pak Udin bukan saja memegang kendali pekerjaan, tetapi juga sangat diperhatikan tuan rumah, kalau tak ingin disebut disayang.
Maka dengan nekad, Pak Abbas yang sebenarnya digaji cukup besar dan pernah diberi pinjaman uang; menusuk dari belakang Pak Udin.Â
Ia membuat laporan dan cerita palsu untuk menjatuhkan rekannya. Dengan harapan dirinya dapat mengganti posisi Pak Udin.
Apakah taktik licik ini berhasil?
Tuan rumah akhirnya menyetop pekerjaan. Pak Udin dan seluruh temannya tidak perlu melanjutkan pekerjaan. Tuan rumah memutuskan untuk  mencari pihak lain untuk menggantikan.
Bagaimana sikap Pak Udin mempunyai rekan yang bermuka dua?
Meski kecewa, ia berusaha kuat mental dan tidak terpancing dengan pengkhianatan Pak Abbas.Â
Mengapa? Sebab suatu saat mungkin saja mereka akan dipertemukan lagi dalam satu proyek kerja.
Sikap seperti ini, menurut saya kuat mental dan sabar. Karena jika terpancing emosi, permusuhanlah yang akan didapat. Belum lagi jika ada tindak kekerasan yang bisa berlanjut ke ranah hukum. Wah!
Dari dua ilustrasi di atas, menjadi bos yang baik, selain memahami strategi mencapai target, dapat mencari jalan keluar dari masalah yang ada; juga harus pandai menyelami hati para karyawannya.Â
Beberapa bentuk perhatian atau kepedulian, secara signifikan dapat meningkatkan semangat kerja.
Di lingkungan proyek, contoh gampangnya adalah mentraktir kopi serta jaminan uang transport.Â
Namun banyak juga 'bos' yang egois dan ingin menikmati sendiri keuntungan besar yang didapat. Ada pula yang mengeluh "rugi" di akhir proyek, dengan maksud mengelak memberikan bonus kepada para pekerja.
Agak simalakama, jadinya.
Menjadi bos yang baik hati dan ramah, bisa dijdikan kelemahan oleh karyawan tertentu. Diberi hati, minta jantung. Mereka justru melunjak.
Sebaliknya, menjadi Pak Bos yang tidak pengertian dan egois, tidak akan disukai para anggotanya. Arus relasi bisa terganggu bahkan macet total.
Pandai membawa diri, menyesuaikan dengan keadaan, kiranya itulah kuncinya.
Salam semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H