"Saya sakit, Ka, makanya beberapa tahun ini tidak bekerja seperti dulu. Perabot rumah satu-satu sudah dijual istri. Rumah pun sudah dicarikan pembeli. Trus kami nanti mau tinggal dimana?"
Kali ini giliran mataku yang terasa panas. Sebentuk telaga pasti sudah tercipta di sana. Inikah kisah hari tua seorang pekerja pabrik?
"Bertahun-tahun setelah pabrik bangkrut akibat krismon, saya bekerja ikut kapal speed boat. Saya minum minyak goreng satu sendok setiap hari sebelum berangkat. Katanya biar kami tidak mual. Bayangkan, satu sendok minyak goreng diminum selama bertahun-tahun. Pantas saja jantung saya dibungkus lemak..."
Aku tak tahu harus berkata apa. Aku hanya membisu, sambil mengingat  anak-anakku di rumah yang masih kecil.
Setiap hari aku mengajari mereka banyak hal. Siang dan malam tak lupa kupanjatkan doa untuk keselamatan, kebahagiaan dan keberkahan untuk mereka.Â
Cukupkah?Â
Rasanya aku ingin menangis berderai-derai.
Tiga bulan, setelah perbincangan itu, bapak memberi kabar saat aku datang seperti biasa. Pak Hardi pulang menghadap sang khaliq.
Pak Hardi, selamat jalan. Percayalah anak-anak Bapak akan setia berdoa di depan makam ayahnya. Hari ini, esok dan seterusnya.
SELESAI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H