Jauh di mata, dekat di hati. Agaknya pepatah ini cocok untuk menggambarkan bagaimana persahabatan saya dengan gadis asal Padang Sumatera Barat, Amel.
Sebenarnya kami tak berkawan terlalu lama. Hanya sekitar tiga sampai empat bulan, sebelum kami dipisahkan oleh keadaan.
Namun, kehadiran serta support Amel saat saya berada di bawah roda pedati, dan sebaliknya, menjadikan persahabatan ini tak terlupakan.
Resep jengkol dari Padang
Salah satu yang terus nempel di kepala, adalah masakan yang pernah ia bagikan semasa dulu yaitu gulai daun singkong jengkol.
Gulai, adalah masakan khas daerah Padang. Sementara jengkol (Pithecollobium Jiringa), dalam bahasa Minang disebut jariang, tumbuh di lereng-lereng Bukit Barisan. Tidak heran jika masakan yang ia perkenalkan merupakan kuliner top masyarakat setempat.
Kala itu, Amel memulai dengan pertanyaan, "Mbak Ika bisa makan jengkol?"
Tanpa pikir panjang, saya pun menjawab, "bisa, Mel, tapi sudah lama ngga ketemu jengkol..."
Hmm... kata orang, tak baik menolak rezeki, bukan? Apalagi suami juga suka makanan "rakyat pinggiran" ini.
Melihat dari sejarahnya, istilah ini muncul karena jengkol kurang populer di kalangan masyarakat Jawa. Hanya populer di kalangan masyarakat Betawi, Pasundan dan Sumatera.Â