Anak-anak, jika bicara dengan saya, sebagiannya tak saya masukkan ke hati. Misalnya saat menyampaikan pengaduan tentang orang lain. Saya tidak serta merta mempercayai, lalu terbawa emosi. Sebab saya menilai mereka belum cukup paham dalam membedakan sesuatu. Atau belum bisa objektif saat menilai sesuatu yang buruk.
Tapi semalam, sambil melipat cucian kering, saya mendengar si sulung berkata sesuatu yang membuat saya kaget. Saat itu ia berada di sisi saya menyimak video you tube berjudul: mengapa saya mudah tersinggung? Bukan tanpa alasan, setiap hari ia harus menyimak satu atau dua video religi untuk mendapatkan tausiyah agama.
Saat penayangan iklan, saya iseng bertanya, "apakah ibu mudah tersinggung, Kak?"
Sulung saya (13 tahun) menjawab, "Ibu orangnya tegas. Kepada anak, kepada suami dan kepada diri sendiri!"
Wow, saya terkejut karena jawabannya lengkap. "Oya? Bagaimana contoh ibu tegas kepada diri sendiri?"Â Saya pun bertanya lebih lanjut.
"Ibu, kalau berbuat kesalahan, ibu menyesal, ibu menghukum diri, dan cepat memperbaiki..."
Wow, pikiran saya melayang. Pernahkah? Kapan?Â
Rupanya, saya punya brand tersendiri di mata sulung saya.
Begitu video selesai, saya bertanya lagi untuk mengetahui lebih dalam. "Lalu apalagi, Nak"
"Kedua, Ibu orangnya realistis!"
Realistis? Oh, ya, saya rasa yang ia maksud adalah penolakan-penolakan saya bila mendengar alasan-alasan tak masuk akal dan dibuat-buat.