Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Musim Rindu

15 Juni 2021   20:17 Diperbarui: 15 Juni 2021   21:16 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam minggu, seperti biasa hanya kuhabiskan dengan berselancar di media sosial. Tak ada keinginan untuk mengiyakan ajakan kelompok futsal malam. Atau jjs di mall, menurutku juga bukan ide yang baik di masa pandemi.

Terlalu banyak teman yang usil menggodaku. Dulu mereka menganggap aku jomblo ngenes, sebab Novi menerima laki-laki lain yang dijodohkan orang tuanya. Padahal seingatku, aku baik-baik saja waktu itu.

Aku cukup beruntung, kesibukanku mengajar tak membuat hari-hari sepi. Walau, di ruang dewan guru hanya aku dan Ical yang belum sukses ke pelaminan. Aku percaya jodoh pasti bertemu.

Kalimat itu juga yang pernah kukatakan pada Novi, belasan tahun silam. Saat kami duduk menikmati sepoi angin di bawah pohon Jembolan. Saat itu ia memberitahu perjodohannya dengan Ibrahim Sampe.

Novi memang manis. Wajahnya yang sederhana selalu dihiasi senyum lebar. Deretan giginya yang putih, kontras dengan sepasang bibir pink alami. Kebaikan hatinya seakan terpancar dari sana.

Selama kami pacaran, ia tak pernah rewel minta ini-itu.  Sebungkus keripik sudah cukup untuk menemani kami melepas rindu sambil berjalan-jalan di dekat tambak udang.

"Kamu tahu kan, Novi anak perempuan saya satu-satunya. Saya ingin dia punya masa depan yang jelas dan rumah tangganya bahagia!" tandas Pak Anas seperti petir di siang bolong di telingaku. Pupus sudah harapan untuk membujuk ayah Novi.

Untuk menghindari pemandangan yang tidak mengenakkan, aku pun mengurus mutasi dan mengemasi beberapa barang. Pindah di kabupaten lain mencari suasana baru. Terlalu banyak kenangan di sini yang mungkin harus dilupakan.

Tahun pertama, bayangan wajah Novi memang masih sering bermain di kepala. Bahkan Bu guru Ariana yang menaruh perhatian khusus tak bisa benar-benar kutanggapi. 

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun