Sepuluh tahun yang lalu, saya mendapat telepon dari seorang sahabat semasa di rantau. Jauh-jauh, hanya untuk mengabarkan ia telah mendapat pelecehan seksual di perjalanan antar kota Palu-Tolitoli. Ia tak mendapatkan tamu bulanan, bahkan di masa saat ia berusaha "menerima" kejadian tidak mengenakkan yang menghantui.
Jelas saya sangat terkejut. Apalagi ia merasa dirinya kotor dan akan mendapat penghakiman saat keluarga mengetahui. Saya dapat membayangkan kepanikan hatinya saat itu. Sahabat yang telah berada jauh seperti saya pun, dipilih untuk berkeluh-kesah.
Menurut hemat saya, pelecehan seksual tak ubahnya sebuah penyakit mental. Keberadaannya sangat nyata di masyarakat. Merugikan masa depan pihak lain begitu rupa. Solusi kebiri kimia, hanya menjadi polemik semata tanpa solusi lebih lanjut.
Bagaimanakah cara mencegah pelecehan ini?
Saya punya beberapa saran:
1. Pergi bersama mahram
Sesuatu yang kerap abai, sebab dewasa ini para wanita mempunyai keterampilan membawa kendaraan sendiri. Baik motor maupun mobil.Â
Pandangan "aman-aman saja" saat bepergian di siang hari melewati jalan-jalan ramai, nyatanya sudah tidak bisa dijadikan patokan. Kejahatan ada dimana-mana dengan modus yang tidak disangka-sangka.
Saya, saat suami libur atau off kerja, pergi ke pasar atau warung saja, sampai diantar. Mulanya saya merasa ini berlebihan. Namun lambat laun saya memahami maksud dan tujuan suami.
2. Hindari menarik perhatian
Cantik, seksi, berpakaian terbuka atau berhijab, tidak menjadi pemicu otomatis kejahatan pelecehan seksual.