Menulis di blog Kompasiana saja, bila sedang sakit gigi atau demam, apalagi ditambah dengan beberapa selang infus, pasti tidak akan terlaksana. Apalah lagi tugas generasi muda untuk memajukan bangsa secara bersama-sama.
Lalu, jawaban apa yang saya berikan pada si sulung, terkait kesedihan hatinya karena masalah remeh-temeh bagi orang dewasa ini?
Saya pun menimbang hal-hal penting untuk kecerdasannya sebagai berikut:
1. Remaja, sekalipun menolak, tetap harus menggunakan bahasa yang sopan dan santun
2. Remaja, harus mengerti hubungan kekerabatan tidak boleh rusak atau putus karena masalah kecil atau besar
3. Remaja, menggunakan peristiwa dalam hidupnya, sebagai media belajar bijak dan menemukan solusi
4. Remaja, harus paham karakter setiap orang tidaklah sama. Untuk itu diperlukan rasa sabar
5. Remaja, penting untuk bertumbuh secara mempesona, bukan mencari musuh
Sahabat Kompasianer, kebetulan, penolakan si sulung untuk memberikan nomor handphone pribadi kepada kerabat, tidak berupa kalimat apa pun. Hanya dengan tidak melakukan misscall sesuai permintaan.
Akhirnya saya berpesan kepada si sulung, jika ditanya melalui telepon atau saat pertemuan berikutnya, jawablah seperti ini:
1. Terangkan secara jujur bahwa ini adalah nomor privat, tidak banyak yang mengetahui kecuali teman terdekat yang jumlahnya bisa dihitung jari.
2. Terangkan bahwa handphone ini sebagai solusi kakak dan adik bertiga untuk bermain game, bukan sebagai alat komunikasi secara umum
3. Ingatkan, bahwa nomor handphone kita sekeluarga yang digunakan untuk berkomunikasi dan sebagainya, masih nomor lama yang dipegang ibu
3. Mintalah untuk dihargai keputusan dan privasi ini
Itulah jawaban sekaligus pengajaran saya kepada si sulung.
Mungkin, jawaban seperti ini tidak mudah diterima kerabat tadi. Memahami apa saja kebutuhan anak, orang-orang dewasa hafal seratus persen.