Di sinilah peran saya sebagai ibu diharapkan. Saya harus melindungi perasaan si sulung yang mulai terluka oleh orang dewasa. Saya perlu mengubah kecemasan di hatinya menjadi sebuah ketenangan. Biar bagaimana, ia sedang bertumbuh saat ini.
Mengapa kita perlu menyelamatkan mental remaja dari kesedihan?
Jangan lupa bahwa usia remaja adalah masa yang banyak menentukan. Ia bisa menjadi putih, dan juga bisa menjadi hitam, bermula dari kehidupan di masa remajanya.
Di fase ini, remaja tengah berkembang sifat-sifat kemandiriannya. Untuk itu, remaja memerlukan privasi dan kepercayaan orang dewasa. Adalah salah bila remaja selalu dikuntit dari belakang, diperiksa apalagi dicurigai.Â
Cara yang bijaksana adalah dengan mengajak ngobrol layaknya dua orang sahabat. Ingat, remaja bukan balita yang masih perlu digandeng dan dituntun agar tidak terjatuh di jalan.
Kewajiban orang tua hanya sebatas menjadi pengawas. Itu pun tidak dilakukan dari jarak dekat. Lalu menyediakan fasilitas untuk mendukung kemajuannya berprestasi. Selebihnya adalah arahan serta support dari belakang yang kita kenal dengan tut wuri handayani.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi stabilitas mental remaja, dan diharapkan orang tua tidak abai akan hal ini, yaitu:
1. Kesedihan, yang tentunya dapat mengurangi semangat berprestasi. Bisa disebabkan karena menyaksikan atau mendengar hal-hal yang tidak baik. Contoh: menyaksikan perceraian kedua orang tua, atau kehilangan sosok yang dicintai (ayahnya meninggal).
2. Kegagalan, yang bisa saja terjadi saat usianya masih belia. Gagal dalam ujian sekolah misalnya, atau gagal dalam sebuah kompetisi. Bila remaja tidak pandai mengelola suasana hatinya, ia bisa menjadi patah hati bahkan depresi.
3. Cemoohan/bullying, biasanya dilontarkan oleh orang di luar rumah. Hinaan atau ejekan bisa menyasar pada bentuk fisik, status ekonomi orang tua, maupun kemampuannya berpikir di bawah rata-rata. Cepat atau lambat, rasa percaya diri dan kebahagiaan remaja pun akan terusik karenanya.