Jadi, hari kemenangan itu bukan soal perjamuan yang hebat atau angpau untuk anak-anak apalagi keponakan. Kesemuanya itu hanya "penggembira". Sementara esensi kemenangan ada pada individu masing-masing.
Mindset yang mungkin keliru
Jika dipikir lagi, mengapa Allah swt memberikan pengalaman yang cukup lama tentang pandemi ini? Tidak cukup satu kali lebaran. Tetapi hampir dua kali lebaran dilalui dengan suasana social distancing atau menjaga jarak.
Oleh pemerintah, buka puasa bersama (bukber) adalah dilarang. Beberapa masjid juga masih menyelenggarakan sholat secara berjarak antar jamaahnya. Tapi di sisi lain, pusat-pusat perbelanjaan ramai dikunjungi sampai rela berdesak-desakan. Semua abai terhadap protokol kesehatan demi belanja.
Bukan tidak mungkin, Allah swt ingin mengubah mindset kita.Â
Berapa banyak, shaf sholat yang hilang pada sepuluh ramadhan yang akhir? Ke mana mereka pergi?
Dan bukan i'tikaf di masjid yang kita lakukan, tapi sibuk mengerjakan pesanan kue lebaran. Atau membuat kue untuk tamu-tamu kita nantinya. Bukan lagi tadarus qur'an seperti tiga minggu sebelumnya.
Yakin Allah swt mau membiarkan hambanya terus tenggelam dalam kesalahpahaman?
Saya rasa tidak.
Allah swt mempunyai sifat ar rahman, penyayang. Allah senantiasa menolong dan memberi peringatan kepada hambanya. Berbagai bentuk dan cara untuk menegur setiap kesalahan yang dilakukan.
Kita menghindari kemurkaan Allah swt. Jika Allah murka terhadap manusia yang terus-menerus berbuat dosa dan kezhaliman, Allah akan mengirimkan azab dan menghilangkan penduduk tersebut.Â