"Mulut" tetangga, hampir mirip lah dengan "mulut" netizen. Bisa bicara, tak bisa mengolah rasa.
Kalimat-kalimat yang keluar sifatnya nyinyir, bombastis, tajam dan kasar. Akan berbeda halnya kalau yang berbicara adalah orang bijak. Kalimatnya pasti mengandung moral, keindahan, kedewasaan serta nasihat.
Sejurus dengan janji Allah: Allah akan meninggikan kedudukan orang yang berilmu, beberapa derajat.
... وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ...
Artinya:
... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat... (Al Mujadalah: 11)
Tersurat dalam penggalan ayat tersebut, orang-orang berilmu, mempunyai kedudukan lebih tinggi, dari yang tidak berilmu.
Berikut sedikit kisah untuk Sahabat Kompasianer. Bagaimana saya menyikapi mulut tetangga. Peristiwa ini terjadi tepat memasuki satu ramadhan kemarin.
Saat itu, sekitar jam lima sore, saya sedang menelepon Bapak untuk suatu keperluan. Bapak tinggal tak terlalu jauh sebenarnya. Sekitar 30 menit dengan kendaraan roda dua.
Bersamaan dengan itu, tetangga saya (suaminya masih keponakan Bapak) muncul di halaman sambil menenteng tiga butir telur ayam yang dibungkus kantong plastik.
"Bakat" galak dan superior dalam rumah tangganya, yang biasa terdengar dari sini, dia lontarkan kepada si sulung yang sedang mengangkat jemuran pakaian.