Ada yang saya rindukan saat berada di perantauan. Ikon kota tercinta yang saya banggakan. Salah satunya adalah masjid Raya Darussalam yang kokoh berdiri.
Masjid ini cukup tua sebenarnya. Hampir satu abad. Bangunan awal didirikan oleh para saudagar Bugis dan Banjar pada tahun 1925. Luasnya saat itu hanya 25 x 25 m persegi.
Sesuai perkembangan dan kebutuhan masyarakat Samarinda yang maju pesat, maka dirombaklah masjid yang berlokasi di pinggir sungai Mahakam ini pada 1953 dan pada 1967.
Masjid kemudian dibangun dengan gaya arsitektur Turki Usmani. Hal ini dapat dilihat dari bentuk empat menara yang bundar, ramping dan tinggi menjulang.
Kubah masjid juga tampak mempesona dan unik. Kubah utama diapit oleh delapan kubah yang lebih kecil. Di empat sudut atap masjid masing-masing mempunyai satu kubah. Bagian luar kubah utama, dihiasi ornamen khas berwarna kuning dan hijau.
Pembangunan masjid selesai dan diresmikan oleh menteri Agama Dr. H. Tarmizi Taher yang saat itu menjabat.
masjid Islamic Centre yang dibangun pada 2001 silam.
Masjid Raya Darussalam merupakan masjid terbesar kedua di Samarinda dan di Kalimantan Timur, setelahKemegahan masjid termegah kedua se-Asia Tenggara setelah masjid Istiqlal Jakarta tersebut, tak menyurutkan kecintaan jamaah untuk terus melaksanakan ibadah di masjid Raya Darussalam.
Dibangun tiga lantai, memiliki kolam air mancur, perpustakaan, frekuensi radio khusus, serta klinik kesehatan, masjid ini juga menjadi saksi masuk Islam nya ribuan muallaf selama ini.
Mantan Presiden SBY, Ibu Ani Yudhoyono dan rombongan, pernah melakukan sholat tarawih bersama masyarakat Kaltim pada bulan ramadhan tahun 2006.
Di masa pandemi, panitia masjid tetap menyelenggarakan ibadah sholat Jumat seperti biasa. Disiarkan secara langsung melalui radio-radio di Samarinda seperti biasa. Yang membedakan adalah panitia meniadakan salam-salaman sesudah ibadah sholat Jumat.
Pada moment sholat idul fitri dan idul adha, jamaah wanita menaiki tangga dan sholat di lantai dua dan tiga. Sementara di lantai satu khusus untuk jamaah laki-laki.
Suasana di dalam masjid sangat nyaman. Memiliki lantai mezamin dan ruang yang lega, tanpa tiang-tiang penyangga.
Di dekat pintu masuk, sebelum menaiki tangga, pengunjung dan jamaah dapat melihat maket masjid.
Kalau diperhatikan, masjid yang sekarang luasnya mencapai 15 ribu m persegi, letaknya bersebelahan blok dengan pusat niaga.Â
Di sisi kiri dan kanan masjid, adalah ruang tambahan. Kapasitas keseluruhan berjumlah 14 ribu jamaah.
Sejak remaja, saya melakukan sholat idul fitri di masjid Raya Darussalam bersama warga Samarinda. Karena pada waktu itu, pertumbuhan masjid belum seperti sekarang.
Suasana begitu syahdu. Jalan-jalan dipenuhi umat Islam yang berbondong-bondong sejak sebelum waktu subuh. Diiringi gema tahlil, tahmid dan takbir berkumandang.Â
Pada saat sekarang jamaah dari berbagai penjuru tidak lagi berjalan kaki. Masing-masing menggunakan kendaraan pribadi. Macet pun tak dapat dihindari.
Halaman parkir pun luas. Parkir untuk kendaraan roda dua, ditempatkan di halaman depan masjid, tempat saya berfoto.
Sementara untuk roda empat di bagian samping masjid.
Demikianlah Sahabat Kompasianer, ikhwal masjid favorit saya. Semoga kebesaran Islam sampai ke ujung zaman. Semoga kita senantiasa menghidupkan dan memakmurkan masjid. Semoga Allah selalu merahmati kita sekalian, aamiin.Â
Ayra Amirah, Samber THR 2021, Samber 2021 hari 17, THRKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H