3. Ajarkan anak tentang kemandirian. Sifat ini akan membentuk anak tidak bergantung kepada orang lain, termasuk kepada orang tua. Jadi di saat kesepian, gabut, ia tidak akan serta merta mengikuti ajakan orang lain. Anak dapat memutuskan sendiri kegiatan apa yang ingin dilakukan untuk mengusir kesepiannya.
4. Ajarkan tentang berpikir jernih. Mulailah juga sejak dini. Ajarkan melalui perkataan dan tindakan orang tua. Berpikir jernih artinya anak dapat memisahkan unsur emosional dan subjektif atas suatu masalah.Â
Misal saat anak kehilangan benda kesayangannya, tak perlu mengingat betapa banyak kenangan dengan benda tersebut, bahkan perjuangan untuk memilikinya dulu. Pikirkan bahwa makhluk bernyawa saja, akan tiada. Apalagi hanya sebuah benda.
5. Berprasangka baik kepada Allah swt. Anak harus mengerti posisi manusia adalah hamba. Takdir apapun yang menimpa, Allah sudah memperhitungkan. Allah tidak ingin menyusahkan makhluk ciptaanNya. Allah mengasihi kita dengan cara yang berbeda-beda.
6. Berikan dukungan moril. Fase remaja sangat potensial menentukan hitam atau putih dirinya. Jangan tunda untuk berada di dekat anak dalam perkembangan ini. Berikan kasih sayang serta perhatian penuh. Dukung ide dan keinginannya yang positip. Arahkan dengan penuh sabar, bila ide dan keinginan anak melenceng.Â
7. Jangan berikan kekerasan dan ancaman. Justru, dalam situasi pencarian jati diri, orang tua perlu menjadi "teman" bagi anak. Hindari bersikap otoriter, kasar atau mengancam diri anak. Jika ia menyimpulkan orang tuanya tidak sayang, atau anak merasa terancam, ia akan segera mencari figur penolong bahkan sekedar melarikan diri.
Sahabat Kompasianer, berkaca dari kasus-kasus remaja yang santer didengar, orang tua dituntut lebih waspada, sabar dan banyak meluangkan waktu.
Geng sekolah, adalah salah satu kendaraan remaja menemukan siapa dirinya. Ia akan mencari tahu apakah orang tua sayang kepadanya atau tidak. Memperhatikannya, atau tidak.
Syukurlah, setamat dari sekolah Aliyah (SMU) saya terpisah dari "geng jalan-jalan". Saya kembali pada warna asal saya.Â
Seorang diri saya mendatangi perpustakaan Umum dan Daerah. Berjam-jam saya membaca buku-buku di sana. Rasa haus akan ilmu, semakin harus saya dituntaskan, setelah gagal masuk Perguruan Tinggi Negeri yang dicita-citakan.
Baca juga Kegagalan itu Tempatnya di Masa Lalu