Setiap kita punya kampung halaman. Saya punya kampung halaman yang saya cintai, Sahabat Kompasianer juga punya kampung halaman yang dibanggakan.
Apakah setiap anggota masyarakat mempunyai rasa cinta dan bangga akan daerahnya? Mungkin tidak.
Salah satu kebahagiaan saya berada di Kompasiana, dapat mengenal daerah-daerah lain melalui berbagai tulisan baik budaya, wisata maupun dari segi kuliner.Â
Tulisan mereka menarik dan membuat saya semakin yakin bahwa Indonesia sangat-sangat beragam. Itu sebabnya kita patut bangga. Segala perbedaan tersebut memperkaya negeri tercinta.
SAMARINDA, mungkin belum banyak yang mendengar.Â
Kota kelahiran saya ini ditetapkan legitimasi politis atau hari jadinya pada kepemimpinan walikota HA Waris Husain yaitu pada 21 Januari 1668. Luas wilayahnya adalah 718 km persegi yang terbagi menjadi sepuluh daerah kecamatan dan merupakan kota terpadat di seluruh Kalimantan (sumber info buka).
Sungai Mahakam adalah salah satu ikon kebanggaan masyarakat, di samping bermanfaat sebagai sumber kehidupan warganya. Berbagai festival pun sering diadakan. Sayang, sampai hari ini saya belum pernah menyaksikan secara langsung karena riskan dengan gejolak keramaian yang ada.
Di usia dua puluh tahun, saya meninggalkan daerah asal untuk pertama kali. Berada di anjungan kapal Tidar milik pelni dan melihat laut lepas, sungguh pengalaman yang sangat mengesankan.
Saya berkesempatan melihat kota Surabaya dari dekat, dan berkunjung di kebun binatang yang tak ada di daerah saya, pada waktu itu.
Saya menemukan nuansa persawahan di desa-desa kabupaten Kediri dan Malang. Ini pun pengalaman pertama. Sayang saya dan rombongan tidak bisa berlama-lama. Seminggu sesudah lebaran, kami ikut arus balik para pemudik, pulang lagi ke Samarinda.
Delapan bulan kemudian, saya bertolak lagi ke kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Saya bertemu suami dan melahirkan anak pertama di kota kecil nan sejuk berjuluk kota cengkeh ini.