Pernahkan Sahabat Pembaca, merasa direndahkan dan diperlakukan konyol oleh seseorang?
Merendahkan orang lain adalah perbuatan menghina, mengecilkan, menganggap enteng, termasuk menggurui orang lain.
Hal ini, tidak dilakukan sekali-dua kali, tetapi terus-menerus layaknya sifat kebiasaan. Seandainya pelaku belum melakukan aksi ini, maka ia belum merasa puas. Waoo...
Jika Anda merasa ini adalah sebuah gangguan perilaku, jawabannya, mungkin saja. Sebab ujung-ujungnya akan terlihat dari sikap perilaku keseharian yang bersangkutan secara menyimpang.
Nah, bagaimanakah ciri-ciri perilaku merendahkan orang lain? Berikut ulasan singkatnya:Â
1. Yang pasti, pelaku merasa dirinya-lah orang yang paling cerdas, paling pandai. Orang lain di luar dirinya, dianggap bodoh dan lemah.
2. Saking merasa superior, pelaku merasa berhak mengoreksi dan menegur orang lain. Dimulai dari sikap sok pintar. Â Ihh, males banget deh!
3. Sebaliknya, pelaku tidak akan bisa menerima sebuah kritikan. Hal ini disebabkan kesombongan dan rasa "lebih" dari orang lain. Fix, bukan??
4. Pelaku sadar, sesadar-sadarnya  bahwa apabila mereka mempunyai opini atau suatu gagasan, maka opini dan gagasan mereka itulah yang paling baik, serta dibutuhkan orang lain. Tentunya hal ini berbeda dengan self confident, yaa.
5. Pelaku selalu tampil percaya diri, serta memiliki rasa insecure yang mendalam. Wah, dunia milik mereka, dan yang lain nginep!
6. Makan puji, atau senang pamer. Merasa apa yang dilakukannya paling berkelas walaupun sebenarnya tidak demikian. Ibarat belum makan tahu, sudah pasang pengumunan: lihat nih, gue makan tahu cabenya sepuluh!
Wah, betapa penting kesehatan mental itu yaa, Sahabat Pembaca. Terbayang kan, kepribadian seperti apa sebenarnya yang dimiliki pelaku?
Frank J. Ninivaggi, seorang psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Yale, menyebutkan bahwa merendahkan orang lain adalah perwujudan sebuah rasa iri.
Jika Anda diam-diam menyadari termasuk dalam ciri-ciri gangguan perilaku di atas, apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya?
Jangan khawatir, otak adalah pusat kendali gerak tubuh. Dan niat adalah inti sari dari kesemuanya.
Anda juga dapat menolong teman atau keluarga yang ingin "sembuh" dari hal ini. Mulailah dengan hal-hal berikut:
1. Berusahalah menjadi pribadi yang rendah hati. Jangan selalu membanggakan diri sendiri. Pahami bahwa di atas langit, masih ada langit.
2. Set pola pikir lebih positif. Berpikir negatif tentang orang lain, dan berusaha menjelekkan orang lain, itu adalah sebuah penyakit.
3. Mulailah untuk tidak menghakimi orang lain. Jika prasangka dan stereotip dijadikan dasar untuk menilai orang lain, maka Anda atau teman Anda akan terjebak sekali lagi.
4. Menerima kritik dengan lebih santai. Lebih-lebih kritik yang membangun adalah hal yang baik. Sama sekali bukan usaha untuk menyerang Anda.
5. Tetapkan harga diri (self-esteem) yang baik. Jangan mudah merasa iri pada orang lain. Kehidupan ini berjalan karena sudah ada yang mengatur.
6. Nikmatilah penuturan orang lain sebagai hal menyenangkan. Terus kembangkan kemampuan  akan hal ini. Ingat yaa, nikmati, itu adalah kata kunci.
7. Mulailah untuk peduli terhadap orang lain di sekitar Anda. Kita diciptakan untuk saling mengasihi, bukan saling bermusuhan.Â
8.  Yakini bahwa manusia diciptakan sama. Perbedaan yang tampak secara fisik, hanyalah kemasan. Inti dari penciptaan Allah swt manusia adalah sama. Satu-satunya yang membedakan adalah  perbuatan baik atau jahat yang dilakukan.
Sejatinya, sejak dini seseorang telah diajarkan untuk berperilaku sopan, menghormati orang tua dan saudara serta sifat-safat baik lainnya. Namun dalam perkembangannya, kepribadian bertumbuh menurut pola pikir, intensitas keagamaan, serta peristiwa traumatik.
Jadi jika seseorang senang menyindir dan nyinyir terhadap orang lain, boleh diingat-ingat kembali adakah luka lama yang belum tersembuhkan?
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H