Adik ipar, pernah menceritakan bunga itu sempat tumbuh dan berbunga.Â
"Bunganya cantik sekali, berwarna ungu. Tapi karena banyak cucu bermain kesana-kemari, akhirnya bunga itu merana dan mati."
Sayang sekali. Tapi tidak mengapa, saya tidak kecewa. Hanya merasa lucu juga, kenapa saat itu saya ibaratkan diri saya seperti bunga anggrek yang ditanam di sana? Trus kalau bunga itu mati, saya bagaimana?
Kira-kira begitulah groginya saya untuk bisa diterima menjadi menantu Bapak dan Mamak.Â
Sekarang, alhamdulillah kami dikaruniai tiga puteri. Insyaa Allah kami semua sayang dan rindu pada Bapak, kakek dari anak-anak kami.
Dari sini kami mendoakan Bapak sehat-sehat selalu.Â
Tunggu video panggilan kami di akhir pekan yaa, Kakek, begitu pesan si bungsu di ujung obrolan.
Begitu cepat waktu berlalu. Selalu saya mohon doa restu untuk kami di sini. Semoga Allah swt menjaga amanah pernikahan ini. Aamiin.
Salam hormat saya,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H