Sulur keladi, merupakan calon bibit yang akan tumbuh menjadi anak Keladi (Caladium). Sulur-sulur ini harus dibersihkan/dikurangi agar tanaman keladi tidak tumbuh secara rapat. Hal ini penting agar umbi Keladi yang dihasilkan dapat berukuran lebih maksimal.
Selain sengaja ditanam, Keladi dapat pula tumbuh secara liar di tanah-tanah gambut.
Di Kalimantan, suku Dayak yang mendiami daerah hutan dan gunung-gunung, memanfaatkan sulur Keladi sebagai sumber pangan alami yang melimpah.
Suku Kutai dan Banjar, juga sangat menyukai sulur Keladi. Umbi Keladi, sebagai bahan utama membuat gangan asam yang sedap. Sulurnya dimasak tumis, sangat menggugah selera makan.
Sulur Keladi merupakan sayur musiman yang hanya ditemukan di pasar tradisional. Tidak ditemukan setiap hari, seperti halnya bayam dan kangkung. Jadi begitu menemukannya di pasar, saya langsung membeli. Harganya murah meriah, hanya lima ribu rupiah per ikatnya.
Sulur Keladi berupa batang-batang yang tidak mudah layu atau kering. Mirip tanaman sekulen yang menyimpan air. Jadi, jika saya membeli hari ini, dan baru dimasak keesokan harinya, tidak menjadi masalah.
Meskipun mempunyai cita rasa yang sedap menggugah selera, sulur Keladi mempunyai cara tersendiri untuk dimasak dan dibersihkan.
Cara membersihkan, yaitu dengan mengupas kulit ari yang menyelimuti sepanjang sulur. Potong sepanjang ruas (sekitar 10 cm) lalu sobek kulit ari dengan ujung pisau. Tarik perlahan sampai kulit ari terlepas.Â
Nah, sudah terlihat batang sulur yang hijau dan bersih. Potong pendek seperti memotong kacang panjang. Cuci bersih dengan air, lalu tiriskan.Â
Sulur Keladi merupakan bagian dari tanaman Keladi. Tidak heran, ia pun mempunyai sifat gatal seperti pada lendir tanamannya.
Untuk menghindari rasa gatal saat dikonsumsi, cukup dengan merebus sampai empuk. Beri tambahan satu atau dua sendok air asam jawa, tergantung banyaknya sayur yang akan dimasak.
Mengenai kandungan di dalamnya antara lain: polifenol, saponin, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, zat besi, fosfor, vitamin A dan C.
Manfaat sulur Keladi, antara lain:
- sebagai sumber kalori
- mengurangi berat badan
- menjaga kesehatan jantung, gigi dan gusi
- mengurangi kolesterol
- melancarkan pencernaan
- mencegah penyakut kanker
- mencegah penyakit tumor
(sumber)
Ia banyak mengandung senyawa bio aktif seperti senyawa felonik yang bermanfaat sebagai anti oksidan untuk menangkal radikal bebas dalam sel tubuh (sumber).
Sayang, sulur Keladi hanya populer pada masyarakat Kutai, Banjar dan beberapa lainnya saja. Padahal ia merupakan sayur alami yang bebas anti hama atau pupuk kimia lainnya.
Saya pribadi, cukup pemilih dalam menu makanan. Meski sudah diserang maag dan merasa tidak nyaman, saya tetap sulit mengambil keputusan untuk makan. Tetapi bila tumis sulur Keladi yang ada dihadapan, saya tidak menunda lagi untuk menikmatinya.
Hmm, seberapa sedap masakan ini? Berikut saya bagikan resepnya...
Bahan:
Setengah ikat sulur Keladi
Udang papey/udang kering
Minyak untuk menumis
Sedikit air untuk kuah
Bumbu:
Bawang merah, bawang putih, cabe rawit, terasi, garam dan bumbu penyedap
Atau seperti Anda biasa membuat sambal terasi.
- Tumis sambal/bumbu halus sampai harum.
- Masukkan udang papey/udang kering yang sudah dicuci
- Masukkan sayur sulur yang sudah direbus sampai empuk
- Tambahkan garam dan bumbu penyedap serta setengah gelas air. Aduk rata.
- Angkat, lalu sajikan bersama nasi, ikan goreng maupun tempe goreng.
Cara memasak:Mudah, bukan? Seperti Anda memasak tumis kangkung atau lainnya.
Sayur ini kurang familiar di kalangan masyarakat luas. Karena hanya ada di pasar tradisional dan untuk membersihkan diperlukan sedikit tambahan waktu serta keterampilan. Selain itu, sebagian menolak karena takut lidahnya merasa gatal.
Sebenarnya, rasa gatal hanya disebabkan sayur belum benar-benar matang dan masih berlendir. Jadi tips nya, rebus dengan tambahan sedikit asam jawa, sampai empuk/layu.
Demikian, tumis sulur Keladi, menu sedap ala kampung saya. Semoga bermanfaat.
Samarinda, 19 Maret 2021
Salam sehat,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H