Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lagu "Dawa Lotong", Lagu Pengantar Tidur Bayiku

6 Maret 2021   06:22 Diperbarui: 6 Maret 2021   10:07 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mempunyai bayi, menjadi saat yang amat menyenangkan. Hidup jadi penuh semangat. Serasa saya ingin hidup seribu tahun lagi. Ingin menggendong, memeluk dan merawat bayi mungil yang Allah berikan.

Bayi cantik bermata bundar ini kami beri nama ALYA, yang artinya langit yang tinggi. Semoga kelak ia punya posisi tinggi dan berderajad. Menjadi panutan dan dihormati. Begitulah doa orang tua kepada anaknya.

Hari-hari berlalu, dan terasa indah bagi saya. 

Bayi Alya cepat tumbuh besar. Ia pintar meminum ASInya. Tak perlu bantuan pump dan botol susu. Juga tak pernah muntah atau menolak, setiap kali diberikan sumber makanannya ini.

Namun sifat manja, sudah ada padanya sejak saat itu hingga kini beranjak remaja. 

Alya adalah bayi yang selalu menunggu kedatangan Abahnya pulang dari bekerja. Ia seperti sudah hafal jam pulang seharusnya. Terlambat sepuluh menit saja, bayi Alya akan menangis gelisah.

Abah Alya pun memahaminya. Buru-buru begitu sampai rumah, langsung menuju kran air guna mencuci tangan dan kaki. Tidak lupa membasuh wajah juga, persiapan mencium putri pertama kami.

Yang diinginkan bayi Alya adalah tidur dalam pelukan Abahnya, sambil disenandungkan lagu dan dilantunkan bacaan sholawat, serta ayat al quran. Jadi Abah harus menggendong sambil berjalan pelan mengitari ruangan. Membuai bayi di pelukannya dengan suara yang disukai bayi kami, atau mungkin dirindukan seorang bayi. 

Bayi Alya juga tampak sangat menikmatinya. Terkadang ia mengerjapkan kedua matanya dan tersenyum. Sesekali terjadi, bayi Alya menahan kantuknya, agar bisa mendengar suara Abahnya lebih lama. Butuh waktu setengah sampai satu jam, barulah bayi kami terlelap tidur. Cukup memakan energi sebenarnya. Dan itu terjadi setiap hari.

Hingga suatu waktu aktifitas ini dirasa melelahkan, karena dilakukan saat Abah baru pulang dari bekerja.

Akhirnya muncul inisiatif memberikan bayi Alya sebuah lagu tidur. Tubuhnya yang dari bulan ke bulan semakin bertambah bobot pun, sudah pasti membuat lengan kiri untuk menggendong terasa pegal dan kram. Karena terus-terusan ditekuk, tentunya. Tapi rencana ini belum sempat terlaksana.

Sampai suatu hari saat bayi Alya berusia delapan bulan, dan kami harus berpindah tempat tinggal. Dari kontrakan kecil, pindah ke camp kerja yang disediakan untuk pekerja seperti Abah Alya saat itu. 

Meskipun hanya berjarak sekitar seratus meter dari titik lokasi pekerjaan, Abah Alya tidak dapat pulang tepat di jam lima sore lagi. Biasanya ia masih mengulur waktu sampai mendekati magrib. Mengecek bagian-bagian yang sudah dikerjakan para pekerja, dan memeriksa tahap selanjutnya yang akan dilakukan esok pagi. Begitulah saat itu.

Bayi Alya biasa tertidur sesudah magrib. Dan di saat bersamaan, Abah justru butuh istirahat begitu sampai camp kami. Maka sekaranglah saatnya, membiasakan bayi Alya mendengar lagu hanya dari fitur Mp3 ponsel Sony saat itu.

Lagu yang dipilih pun, mempunyai kesan mendayu sekaligus ramai. Bayi Alya suka keramaian dan semangat. Tak suka lagu melow dan sedih. Mungkin karena saat masih merah, ia sudah harus mendengar suara dentuman kembang api tahun baru yang rasanya begitu dekat di atas atap. Abah Alya bahkan mengajak bayi kami duduk di depan jendela yang terbuka, menyaksikan warna-warni kembang api saat itu, sampai ia pun tertidur dalam dekapan.

Lagu ini berbahasa daerah Bugis, karena Abah mempunyai banyak koleksi lagu kampung halamannya dalam ponsel. Maklum teman-teman pergaulannya sembilan puluh persen dari suku Bugis. Abah sendiri dari keturunan suku Makassar.

Dawa Lotong, begitulah judul lagunya. Sengaja di-set berputar berulang non stop. Sampai bayi Alya yang berada dalam ayunan benar-benar tertidur, barulah Mp3 musik boleh dimatikan.

Rasanya saya ikut menghafal lirik dan irama lagunya. Walaupun belum tahu artinya, saat itu. Lagunya enak didengar sebagai pengantar tidur bayi Alya. Semacam lagu nina bobok, kurang lebih.

URAPANG TANA LITA MA'DEKKE' RI ATIKKU
IYA'PA NAMAPACCING REKKO CINNONNA WAE
PAPPOJIMMU MUALA PA'BISSANA
OH ANRI..III...

PADA TONI LO' MUTAROE RI ATIKKU
SILAMPA' BUJANG MAPUTE ..NATETTERI..
DAWA' LOTONG MUPAKKUA NYAWAKU..
MUPEDDIRI... KASI'NA...

WASENGI BUNGA MALEBBIKA
MUTARO..RI LALENG ATIMMU...
ENGKARO.. PALE' LAINGNGE
MAKKALU..RI PAPPOJIMMU

CENNINNA BUNGA PAPPOJIMMU
MUTANENG RI WIRI TIMUMMU
MAGINA PAI'NA PARIA
UPINEDDINGI UPIRASAI...

Ibarat tanah liat yang menempel di hatiku
Akan bersih dengan jernihnya air
Cintamulah sebagai pembersihnya
Oh Kasih...

Seperti itulah yang ingin kau simpan di hatiku
Selembar kertas putih yang ditetesi
Tinta hitam, kau permainkan perasaanku
Kau menyakiti, sungguh tega

Kupukir akulah bunga terhormatmu
Yang kau simpan di dalam hatimu
Ternyata ada yang lain
Membelit rasa cintamu

Sungguh manis bunga cintamu
Yang kau tanam di tepian bibirmu
Kenapa pahitnya Pare
Yang saat ini kurasakan


Kini, bayi Alya sudah beranjak remaja. 

Meski tumbuh menjadi anak yang mandiri namun kesan manja masih melekat juga pada dirinya.

Lagu Dawa Lotong, tak lantas hilang dari kehidupan kami. Meski sudah berkali-kali berganti ponsel (karena kerusakan), lagu ini tetap berada dalam galeri musik. Lagu ini sudah menjadi bagian dari masa-masa bahagia kami. Lagu yang menjadi kenangan.

Alya bersama adik
Alya bersama adik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun