Bisa dibilang ibu menghabiskan banyak waktu agar dapur tetap ngebul, serta kedua anaknya bisa bersekolah. Benar-benar ibu sudah menjadi pahlawan keluarga kami!
Maka tidak berlebihan, apabila saya merasa sedih, kehilangan, dan rindu mendalam setelah ibu berpulang kepada sang pencipta, hampir dua tahun yang lalu.Â
Selama hampir setahun, saya masih saja bermimpi berjumpa ibu di dalam tidur. Saya juga masih menyesali kenapa ibu pergi secepat ini. Ibu belum terlalu tua dibandingkan teman-teman seperjuangan atau teman-teman satu grup sholawatan beliau. Masih banyak yang lebih sepuh dan berumur, dibandingkan ibu.Â
Untunglah saya mempunyai suami yang senantiasa mengingatkan bahwa Allah memilih bukan karena usia atau nomer urut. Allah melakukan apa yang terbaik bagi hambaNya, bukan apa yang diingini hambaNya.
Kisah sedih ini bermula saat ibu mulai merasakan gejala tidak nyaman yang diakibatkan oleh benjolan di sekitar payudara. Kian hari benjolan tersebut bertambah ukuran dan menimbulkan rasa nyeri tidak kepalang, menembus sampai punggung belakang. Demikian ibu menyampaikan via telepon.
Saat itu, saya sedang berada di kampung halaman suami, sekitar sebelas jam menyeberang dengan kapal laut PELNI ditambah dua jam melalui jalan darat dengan mobil.
Namun karena rasa sayang yang begitu besar, serta bayangan ibu menjadi pasien Kanker adalah sesuatu yang menggores sanubari seorang anak perempuan seperti saya, tak lama kemudian saya, suami dan anak-anak pulang kembali ke pelukan ibu.
Benar saja. Ibu tampak begitu menderita dengan penyakit mematikan nomor dua di dunia ini, sebuah penyakit yang jahat dan entah apa yang sudah mengundangnya datang kepada ibu kami tercinta. Kanker payudara.
Saat itu di bulan Januari, bulan dimana ibu biasa memberi sekedar ucapan SELAMAT ULANG TAHUN dan kado kecil untuk membahagiakan seorang anak seperti saya, menjadi moment kesedihan karena kami sama-sama berada di rumah sakit dengan kondisi ibu mulai nge-drop.Â
Kenangan ini sekaligus menjadi KENANGAN TERINDAH, karena jika dulu ibu sering tak punya waktu untuk berdua berbicara dari hati ke hati karena sibuk bekerja, sekarang di tengah kelemahan karena sakitnya, ibu berbicara banyak dan mendalam tentang hidup. Tentang harapannya kepada saya, tentang rasa bangganya terhadap saya, dan juga nasihat yang dulunya tak sempat diberikan.