"Itulah yang aku sesalkan, semestinya dia bisa berunding dengan orang tuaku kalau tak sanggup. Setengahnya pun orang tuaku mau menerima dia mbak. Pesta yang besar itu karena kami keluarga besar, tak mungkin dipilih-pilih untuk diundang. Nyatanya papa Niko juga tak bisa memberikan pesta besar. Nyatanya dipilih-pilih juga keluarga yang diundang..."
Tangisnya pecah. Punggung wanita jelita berguncang tanda luka hatinya teramat dalam. Mungkin sudah takdirnya seperti ini, katanya suatu kali.
Sudah bertahun wangi parfumnya hilang. Kemana pun aku pergi, tak tercium lagi seolah wanita jelita meqmang tak di dekatku.
Sampai sekarang Kak Anto tak menyentuh istrinya. Siang dan malam kerjanya hanya menelpon kekasih yang sudah jadi milik lelaki lain.Â
Ia tau itu salah. Ia tau ia tak gentle.Â
Dan lelaki gagah perkasa bukan tak tau istrinya dicumbui dari ujung telepon. Tapi untuk apa ia marah. Ia sudah cukup beruntung mempunyai istri sebaik Kak Nana dan anak lelaki seganteng Niko.Â
Kalau ia cemburu dan kekanak-kanakan, ia bisa kehilangan istri yang dicintainya. Wanita jelita akan segera diambil kekasihnya di masa lalu.Â
Ia tak mau bodoh seperti itu.Â
Toh sang istri tetap di rumah bersama dirinya dan anak mereka. Tetap menemaninya tidur walau berbalik punggung. Tapi sekali-sekali bermanja juga padanya. Cerita Kak Nana, mengapa suaminya tak marah.
"Terkadang aku balas chat di depan papa Niko, mbak... Malah dia yang ingatkan kalau handphone ku bergetar..."
"Tuh...ada chat dari mantanmu...entar dia nungguin loh kalau ngga dibalas..."