Ada sebuah surat beramplop hitam di atas meja kerjaku. Aku melihatnya sebagai sebuah ancaman, ini adalah surat ke delapan yang aku terima dalam seminggu ini..
"Vid, kok kayaknya ada yang neror aku ya."
David melihat surat beramplop hitam tertumpuk di depan mejaku. Tak ada makanan dan minuman. Hanya ada surat-surat yang menyeramkan itu, aku tidak takut. Hanya sedikit khawatir karena hal ini jarang terjadi padaku, aku membenci hal seperti ini. dibuat penasaran karena tak ada nama pengirim hanya ada sebuah kalimat di dalamnya..
Ikutlah, keinginanmu adalah suatu penghargaan semesta..
"Kamu kenal sama yang ngirim suratnya Nda?" Alis kanan David sedikit terangkat, matanya terlihat curiga.
"Menurut kamu? Kalau aku tahu siapa pengirim surat ini, aku nggak perlu repot-repot laporan sama kamu. Aku cerita sama kamu karena diary ada di dalam tasmu."
"Semua surat nggak ada keterangan nama pengirimnya. Kayaknya ada yang mau jailin kamu. Mulai hari ini kamu pagi aku jemput dan pulang aku anter. Gak boleh nolak karena keselamatan kamu jadi taruhannya. Tapi kalau semuanya udah ketauan, aku gak akan ngelakuin rutinitas itu lagi."
"Rutinitas yang mana?" kataku bertanya polos sambil merapikan surat menggantinya menjadi mie goreng pedas.
"Jemput sama nganterin kamu pulanglah, Nda."
"Kenapa?"
"Aku rasa kamu udah gede, bukannya kamu mau mandiri. Cewek mandiri itu nggak boleh dianter jemput."