Mohon tunggu...
Ahmad Yohan
Ahmad Yohan Mohon Tunggu... -

Putra Lamakera, Flores, NTT yang jadi Suporter Setia MU

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskusi Kecil AMALY untuk NTT

6 Oktober 2014   23:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:09 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412585635797060113

[caption id="attachment_346313" align="aligncenter" width="560" caption="Pengurus AMALY "][/caption]

Kemarin malam (5/10/14), saya menghadiri forum silaturahim AMALY (Angkatan Muda Asal Lamakera Yogyakarta). Hampir 40-an lebih mahasiswa-mahasiswi asal Lamakera dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta bertemu untuk merayakan Idul Adha sekaligus menikmati sate, gulai kambing serta aneka masakan khas anak Timur.

Seperti lazimnya pertemuan AMALY sebelumnya, setelah makan-makan dilanjutkan dengan diskusi kecil tentang berbagai tema dan isu. Tak ada moderator yang membatasi isu dan tema yang akan dibahas. Pokoknya, apa saja yang ada di kepala dan dalam benak boleh dicurahkan peserta yang hadir, kemudian ditanggapi peserta lainnya secara bebas tapi harus tetap santun. Biasanya, dari isu nasional, persoalan Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai perkembangan yang terjadi di kampung Lamakera dikupas dalam forum diskusi AMALY.

Kali ini, saya agak terhenyak dengan sebuah curahan hati dari salah satu peserta diskusi yang bernama, Hasan Patun Tawa. Mahasiswa STPMD APMD Yogyakarta ini dengan santainya berkata: “Memang tidak enak jadi orang NTT, kalau kita dibilang berkulit hitam, itu sudah biasa, memang begitu keadaannya dan kita tidak pernah berkecil hati karena itu anugerah Allah. Tapi, yang membuat kita agak kecil hati dan jadi hilang percaya diri karena banyak orang tau, terutama teman-teman kuliah yang berasal dari Jawa tau bahwa NTT adalah provinsi terbelakang dan paling miskin di Indonesia. Jadi kita orang NTT ini, tidak bisa bergaya di depan anak-anak dari provinsi lain, karena mereka tau keadaan dan isi kantong kita. Kecuali kita mau belajar keras dan jadi orang pintar, baru ada yang menghargai kita.”

Curhat Hasan Patun Tawa ini kemudian disambut dengan diskusi yang agak panjang malam itu. Ada yang melanjutkan curhat Hasan soal keterbelakangan NTT. Tapi yang menarik, ada yang berusaha memetakan apa problem NTT dan bagaimana jalan keluar terbaik yang harus dipikirkan agar NTT bisa lebih baik lagi di masa yang akan datang. Dan AMALY merasa ikut bertanggungjawab dengan maju mundurnya NTT.

Sampai hari ini, keterbelakangan di hampir segala bidang serta kemiskinan yang masih menjerat sebagian besar masyarakat NTT membuat banyak stempel yang kurang mengenakkan tentang provinsi ini. Tidak jarang teman-teman saya menjadikan NTT sebagai singkatan dari Nasib Tidak Tentu, Negeri Tidak Tentram, Nanti Tuhan Tolong, dan lain sebaginya sebagai bentuk pelesetan yang memberi kesan betapa terbelakangnya NTT di hampir semua aspek kehidupan. Tapi bagi kami orang NTT,bae sonde bae, tana Timor lebe bae(apapun keadaannya, kampung halaman NTT tetap lebih baik).

Banyak pihak memang meragukan apakah NTT bisa tumbuh dan berkembang menjadi daerah maju seperti halnya provinsi lain di negeri ini. Ada dua alasan penting, kenapa keraguan itu muncul:  Pertama, belum tergarapnya dengan baik seluruh potensi alam yang dimiliki karena minimnya anggaran serta sulitnya mendapatkan infestasi dari luar.Kedua, belum terkonsolidasinya sumber daya manusia dengan baik oleh pemerintah karena manajemen pemerintahan masih dikelola dengan semangat primordialisme yang akut. Semangat ini konon lahir dari kandungan kualitas aparat yang berorientasi merebut kue kecil di birokrasi. Secara sosial tampak ada kecenderungan kuat para sarjana baru di NTT lebih suka memilih menjadi pegawai negeri ketimbang menciptakan lapangan kerja.

Kenyataan ini sungguh ironis, karena sesungguhnya NTT mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang potensial. Dunia pertanian, kekayaan laut dan potensi pariwisata alam yang begitu besar sampai saat ini belum dikelola secara maksimal. Sayangnya, potensi yang ada tersebut belum menggugah kaum muda terutama tamatan sarjana agar berpikir kreatif untuk mengembangkannya menjadi lahan penguatan ekonomi rakyat sekaligus membuka lapangan kerja. Apalagi sektor bisnis swasta belum berkembang dengan baik. Dua problematika diatas sesungguhnya telah menyebabkan meningkatnya pengangguran di NTT. Apalagi pengangguran para sarjana dari berbagai disiplin ilmu juga terus bertambah setiap tahun dengan berbagai persoalannya.

Berangkat dari realitas di atas,  ada dua hal penting yang harus segera diupayakan dengan sungguh-sungguh di NTT, yaitu:Pertama,mendorong pemerintah daerah agar lebih peka terhadap realitas yang terjadi serta lebih apreseatif terhadap berbagai tuntutan perubahan. Oleh karenanya, pemerintah daerah harus sudah mulai mendesain program-program pemberdayaan masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan. Dalam konteks ini, hal penting yang harus juga diperjuangkan adalah mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembangunan daerah, karena keterlibatan masyarakat dalam pengertian yang sesungguhnya belum terwujud di hampir setiap proses pembangunan di NTT.

Secara teoritik, ada dua asumsi dasar di balik makna penting keterlibatan masyarakat, yaitu: masyarakat lebih mengerti tentang apa yang terbaik buat mereka dan masyarakat berhak ikut serta dalam perumusan setiap kebijakan publik yang secara pasti akan mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan kata lain, kebijakan publik dalam era otonomi daerah terlalu penting untuk hanya diserahkan kepada segelintir orang (pejabat pemerintah dan DPRD sebagai wakil rakyat) tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.

Kedua,para generasi muda, terutama para sarjana dari berbagai disiplin ilmu perlu merumuskan langkahnya agar turut serta membangun gagasan-gagasan briliyan untuk pembangunan daerah NTT, terutama dalam menciptakan lapangan kerja dengan ilmu yang dimilikinya. Dalam hal ini, harus dimulai dari kekuatan-kekuatan organisasi kemahasiswaan dan pemuda, seperti KNPI, PMKRI, GMKI, HMI, PMII, IMM, GP Anshor dan lain sebagainya yang ada di NTT agar mulai mendorong setiap aktivitasnya ke arah pemberdayaan generasi muda agar turut serta menyelesaikan problemnya sendiri.

Kegiatan pemberdayaan generasi muda dalam konteks ini, terkait erat dengan memberdayakan masyarakat pada umumnya karena di samping untuk memerangi kesenjangan sosial yang ada, seperti kemiskinan, juga untuk mendorong masyarakat menjadi lebih aktif dan penuh inisiatif. Sudah banyak bukti yang memperlihatkan bahwa ketika inisiatif tentang pembangunan tersebut hanya datang dari pihak pemerintah dan tidak pernah diletakkan pada masyarakat, perjalanan pembangunan selalu diwarnai oleh berbagai bentuk monopoli dan manipulasi.

Pembangunan yang diwarnai oleh monopoli dan manipulasi pada gilirannya akan melemahkan masyarakat. Karenanya, dalam mewujudkan pembangunan yang partisipatif sesuai dengan semangat otonomi daerah, perlu dibarengi dengan penciptaan iklim yang partisipatif sekaligus kondusif dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk menciptakan iklim yang demikian, penerapangood governancedalam pembangunan daerah merupakan pra-syarat utama agar pembangunan yang dilaksanakan dapat mencapai target yang dicita-citakan, yakni menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian, pembangunan harus dilakukan secara terencana dan sistematis dengan melibatkan partisipasi masyarakat terutama generasi muda. Pembangunan di NTT harus dimaknai sebagai proses perbaikan, peningkatan dan perubahan atau pembentukan kualitas masyarakat sipil yang kuat.

Kotagede, 06 Oktober 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun