Dalam Perda dimaksud disebutkan, bahwa zona perikanan budidaya terdiri dari sub zona budidaya laut, ada di perairan (a). Kabupaten Bekasi : Muara Gembong (b). Kabupaten Subang : Blanakan, Legon Kulon, Pusakanegara (c) Kabupaten Cirebon : Kapetakan, Suranenggala, Gunung Jati (d). Kabupaten Sukabumi : Cikakak, Cisolok, Palabuhanratu, Simpenan, Ciemas, Ciracap (e). Kabupaten Garut : Cikelet (f). Kabupaten Pangandaran : KJA offshore.
Namun tidak semua lokasi tersebut cocok untuk budidaya lobster sehingga perlu penilaian lebih lanjut. Juga tidak bisa dilakukan sepanjang tahun karena hambatan saat musim barat yang gelombangnya relatif tinggi, seperti pantai selatan pulau jawa.
Untuk itu perlu inovasi teknologi yang tepat guna dengan pembatasan waktu dan ukuran lobster yang dibudidayakan. Lalu dilanjutkan pada tahapan budidaya berikutnya ditempat lain mengingat masa budidaya relatif lama.
Perlu membangun jejaring kemitraan yang lebih luas antara nelayan yang tergabung dalam koperasi nelayan dengan pelaku usaha lain yang mencakup teknis budidaya hingga  pemasaran.
Lebih lanjut Menteri Kelautan dan perikanan menyampaikan tiga program prioritas yang akan dikerjakan dalam tiga tahun kedepan, yaitu kesatu pengembangan hasil kelautan yang punya keunggulan sehingga memberikan andil dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kemudian program kedua adalah kesejahteraan bagi nelayan dan terakhir  adalah budidaya perikanan. Berharap program prioritas tersebut langsung menyokong kebijakan pelarangan ekspor benur, antara lain  dalam peningkatan produktivitas  budidaya lobster yang potensi nilai jualnya tinggi.
Dengan dukungan semua pihak, semoga kebijakan baru pemerintah berjalan efektif dalam menjaga kelangsungan sumber daya perikanan dan memberikan kesejahteraan bagi nelayan dan pelaku usaha lobster lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H