Pernahkah anda melihat harga suatu barang atau jasa kemudian terkejut, “hah gini doang harganya segini? Mending bikin atau kerjain sendiri aja deh.”
Kalau kata anak zaman sekarang, itu adalah contoh kaum mendang-mending. Namun tahukah anda, dalam teori ekonomi, kondisi itu disebut dengan willingness to pay.
Apa itu WTP?
Willingness to pay atau WTP adalah harga maksimum yang ikhlas dibayar oleh seseorang untuk suatu barang maupun jasa yang ia inginkan. Nilai WTP sangat bervariasi bagi setiap orang. Oleh karena itu, WTP bersifat subjektif dan tidak bisa dipukul rata.
WTP juga ada dalam perpajakan. Sejatinya, manusia bersedia membayar untuk sesuatu yang langsung memberikan manfaat kepadanya. Sayangnya, pajak tidak demikian.
Pajak yang dikumpulkan DJP dimanfaatkan secara merata untuk pembangunan nasional seperti infrastruktur, insentif pajak, dana kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat, dan lain-lain.
Oleh karena itu, pajak tidak hanya memberikan manfaat kepada pembayar pajak namun ke seluruh masyarakat. Di sini lah WTP pajak sangat berpengaruh untuk mendorong wajib pajak untuk menyetor dan melaporkan jumlah pajak yang benar dan tepat waktu.
Konsep WTP berkaitan dengan keikhlasan seseorang untuk membayar. WTP tidak berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk membayar. Seseorang bisa saja mampu namun enggan untuk membayar.
Pajak pun demikian. Pemerintah telah menyusun peraturan pajak seadil-adilnya dimana semakin tinggi penghasilan maka pajak yang dibayar pun semakin besar. Tetapi, sering kali terjadi semakin kaya seseorang, semakin menghindari pajak.