Duduklah sejenak, biar kuceritakan bagian penting dari sejarah yang tak dihargai
tentang luka yang membekas, bersamaan dengan sesal
tanda perginya para pembela demi tanah tercinta.
Â
Negara Peradaban dalam KeabadianÂ
karya Ayma ArsyaningrumÂ
Aungan dari seonggok daging tak tahu diri
Menipu, melukai, merana sepi
Rajutan-rajutan yang tak pernah selesai terurai panjang di tengah jalan
Benang harapan yang tak bisa ditemukan meski kepahitan terukir begitu dalam
Aungan ini kotor, berantakan, tak jarang bahkan dilupakan, apalagi didengar?
Perjuangan seonggok daging yang kehilangan darah, demi Tanah Air tercinta, ketika mungkin saja mati Tanpa Nama
Menerjang, meradang, menendang-nendang, dan yang pasti; melawan.
Rintihan para perawan muda bersautan bak perdebatan tingkat benua,
Diwarnai dentuman senjata yang tak mau mengalah tuk mendominasi langit senja
Sejarah panjang seakan tak berujung, layaknya berdiri di atas tanduk , pucuk kepemimpinan seakan tak bertajuk
Tikus berdasi putih justru mengganti kemerdekaan yang sudah lama ditampuk
Oh, bagaimana bisa peradaban berkembang lebih buruk daripada kisah si punduk?
Lestari tanahnya, pun daulatnya sudah merdeka dari neraka
Banyak budaya dan cita-cita yang dipegang oleh pemuda
Untuk merawat ingatan bahwa pahlawan kita pernah berkoar di atas toa
Wahai pemuda; engkaulah yang akan mengguncangkan dunia dan alam semesta
Jakarta, oktober 2021
Terinsiprasi oleh kakak tercinta, maulida ayu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI