Jadi, bisakah kau tertawa --- terbahak-bahak, kalau sebentar lagi kau tahu maut segera menjemput?
Ya, benar, jika maut menjemput apalagi yang bisa kita lakukan. Â
Aku tidak ingin menjabarkan seluruh cerpen dalam Kik-Kuk, mengingat itu tidak akan surprise lagi. seperti halnya puisi, dalam cerpen juga ada tafsir yang pasti berbeda antara pembaca satu dengan lainnya.
Apalagi, dengan si pengarangnya yang tahu persis untuk apa cerpen itu dibuat, tentu saja berikut latar belakangnya yang menyangkut waktu, tempat, sebenarnya apa yang dimaksudkannya. Segamblang apapun cerpen itu dibuat pasti ada misteri di dalamnya. Dan, hanya sang pengarang tahu persis apa dan bagaimananya. Kita hanya tahu siapa dan kejadiannya untuk kemudian mereka-reka dengan bahasa dan cara kita sendiri.
Berkaca dari ke-22 cerpennya, menurut aku, Wig sangat layak menjadi cerpenis. Jadi, kita tunggu kumpulan cerpen berikutnya. Semoga yang ada di sini sepakat dengan pendapatku ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H