Mohon tunggu...
Ayid Suyitno
Ayid Suyitno Mohon Tunggu... -

Lebih 100 media memuat tulisannya. Lebih 100 lainnya menjadi Donor Darah di PMI Kramat, Jakarta Pusat. Pernah menjadi guru dan dosen.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Catenacio, Gerendel, Parkir Bus, dan Tutup Toko

6 Januari 2015   13:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:43 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BERTAHAN. Itu salah satu taktik yang terdapat pada sepakbola. Tentu saja, tidak sekadar bertahan, namun juga menyerang. Dengan bertahan sebelas pemain, melesat sekaligus menyerang dengan satu pemain. Dengan bertahan sebelas pemain, menyerbu dengan sepuluh (bek, gelandang, striker); enam (gelandang, striker); tiga atau dua (striker); tergantung strategi yang dipakai.

Dalam bahasa yang elegan, bertahan untuk menyerang disebut counter attack (serangan balik). Gaya ini banyak dipakai tim-tim yang ada baik di tarkam, klub, tim nasional sebagai bagian yang sering mendapatkan pujian. Tentu saja, jika mereka tampil sebagai pemenang.

Sesungguhnya dalam cabang olahraga yang paling peminatnya di seluruh muka ini permainan bertahan telah lama dikenal. Hebatnya, sering evolusi dan revolusi permainan sepakbola terus saja berubah dan menajam.

Di Wikipedia, ensiklopedi bebas tersebutlah Catenaccio. Yakni *Catenaccio adalah sistem taktis dalam permainan sepakbola yang menitikberatkan kekuatan pada pertahanan.[1] Dalam bahasa Italia, catenaccio berarti "Kunci", sehingga dapat diartikan bahwa catenaccio adalah strategi permainan dengan pertahanan yang terorganisir dan efektif agar lawan kesulitan menyerang atau mencetak gol.[1] Strategi ini dikenal luas ketika pada tahun 1960an Helenio Herrera menerapkannya pada Internazionale.[1] Ciri khusus dalam sistem ini adalah penempatan seorang libero yang berdiri bebas tepat di belakang tiga pemain belakang dan di depan penjaga gawang.[1] Tugas utama seorang sweeper adalah menghentikan pergerakan penyerang lawan dan membuang bola yang berada di wilayah pertahanannya.[1]

Tak dapat diingkari catenaccio menjadi booming saat Enzo Bearzot nekad menerapkannya pada putaran final Piala Dunia 1982. Puncaknya saat Tim Azzuri itu meraih gelar juara. Padahal, Paolo Rossi dan kawan-kawan harus menjalani turnamen yang mulai diikuti 24 peserta dari sebelumnya 16.

Piala Dunia yang digelar Badan Sepakbola Dunia (FIFA) ini diadakan di Spanyol mulai dari 13 Juni hingga 11 Juli. Spanyol dipilih FIFA sebagai tuan rumah berdasarkan kongres FIFA pada Juli 1966.

Italia yang berangkat menuju Spanyol dengan diterpa bencana akibat kasus suap yang melibatkan beberapa pemain intinya justru menemukan permainan terbaiknya. Meski nyaris tersingkir di penyisihan grup. Dari tiga kali berlaga, Italia hanya mampu membawa poin tiga, hasil dari tiga imbang atas Polandia 0-0, Peru 1-1, dan Kamerun 1-1.

Namun, di putaran kedua, Italia demikian dahsyat. Juara bertahan Argentina dihajar 2-1. Favorit juara Brasil dikalahkan 3-2. Saat tu, kunci sukses Italia datang dari pertahanannya yang ampuh, atau dikenal dengan Catenaccio dengan Bearzot sebagai otaknya. Italia juga memiliki kiper tangguh yang usianya 40 tahun dan menyandang ban kapten, yakni Dino Zoff.

Di lini depan ada Rossi. Striker sekaligus top skorer Piala Dunia 1982 ini memang diandalkan untuk mencetak. Rossi mencetak total enam gol. Uniknya semua gol hanya ia cetak pada tiga pertandingan terakhir. Rossi juga menyumbangkan satu gol saat mengalahkan Jerman Barat 3-1 saat partai final di Estadio Santiago Bernabeu. Hasil itu membuat Italia dan Brasil sama-sama mengantongi tiga gelar juara Piala Dunia.

Ternyata, di kemudian hari catenaccio bukan saja tidak populer, namun tak mempan sebagai senjata ampuh untuk membuat sebuah tim tampil sebagai pemenang di Piala Dunia, Piala Eropa, bahkan hanya sekadar level klub.

Yang jelas, permainan bertahan dalam sepakbola -- sistem Grendel -- tak juga surut. Seorang kompasianer, Gustafparinussa, dalam tulisannya menyebut Jose Mourinho sebagai Generasi Kedua Sistem Grendel itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun