Mohon tunggu...
Arief Tirtana
Arief Tirtana Mohon Tunggu... wiraswasta -

Sedikit pinter, sedikit bloon, Sedikit aneh, sedikit punya wawasan, sedikit-banyak tahu, sedikit2 banyak bertanya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

(Tuhan) Inilah yang Akan Anda Baca Berulang Kali!

5 Oktober 2012   16:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:13 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tuhan ~ suatu konsep yang terus berevolusi

Bayangkan, pada jaman purba ketika manusia masih tinggal di gua2. Mereka merasa takut dan gentar akan alam ini. Mereka tidak sanggup mengalahkan ganasnya alam. Hujan yg lebat, guntur yang meraung-raung, kilat yang sabung menyabung. Dalam ketakutan, ketidak mengertian dan ketidakberdayaan mereka menganggap ada suatu kekuatan dibalik semua fenomena alam ini. Yang berkehendak sendiri-sendiri, lepas dan berkuasa atas alam dan manusia. Kita menyebut keyakinan ini sebagai dinamisme. Keyakinan akan adanya suatu kekuatan-kekuatan otonom yang lepas berkehendak dibalik fenomena2 alam.


Baru sampai jaman manusia Neanderthal, manusia mulai menemukan konsep tentang adanya keberlanjutan hidup. Mereka percaya bahwa manusia yang mati, atau semua binatang yang mati, mempunyai kehidupan setelah kematian dalam suatu dunia antah-berantah. Para paleontolog menemukan situs-situs dimana manusia Neanderthal menguburkan kerabatnya yang telah mati. Dalam kuburan ini manusia didudukan persis dengan bayi di dalam kandungan, Karena mereka percaya bahwa kematian bukanlah akhir dari fase hidup melainkan suatu fase awal untuk suatu kehidupan berikutnya lagi. Dan mereka yang telah mati, tinggal bersama kita dalam dimensi yang lain. Mereka tinggal di hutan, di danau, bahkan dalam alat2 berburu dan berperang mereka. Ada keterhubungan erat antara mereka yang telah meninggal dan alamnya yang khusus dengan kita yang masih hidup di alam raga ini, yaitu diantaranya untuk menjaga kita keturunannya dalam menghadapi bahaya. Mereka menjadi karuhun, dan kita jadi cucu-cucu kesayangannya.


Keyakinan ini disebut spiritisme dan animisme. Sampai sekarang animisme dan spiritisme dipraktekan secara luas dalam kebudayaan dunia. Keyakinan akan keharusan untuk membuat sesajen sebelum membangun rumah / pabrik, berasal dari keyakinan ini.


Kemudian, setelah manusia2 menetap dalam suatu komunitas, di tepi pantai, di gunung, di hutan, di gurun, dsb. Manusia mulai menemukan paham baru, yaitu politheisme. Secara tidak sadar dinamisme dan animisme dipersonifikasikan jadi dewa-dewa lokal dimana mereka bernaung. Ada dewa pohon, dewa hutan, dewa sungai, dewa gunung, dewa gurun, dewa lembah. Dsb. Setiap tempat memiliki dewanya sendiri.


Semakin kompleks suatu komunitas, semakin banyak dewa-dewa sesembahan mereka, sebagai cermin dari pengharapan dan ketakutan mereka, ada dewi kesuburan, dewa peperangan, dewa kesembuhan, dewi percintaan dsb. Setiap aspek psikologis manusia yang sukar dijabarkan lewat uraian kata dipersonifikasikan dalam citra dewa-dewi.


Ketika komunitas2 lokal ini bertumbuh menjadi kerajaan-kerajaan, begitu pula dewa-dewa itu ditempatkan dalam suatu hierarki, dewa yang tertinggi menjadi dewa utama / raja contoh zeus, dewa indra, sedangkan dewa yang lebih kecil / inferior menjadi dewa2 suruhan / dewa2 perang.


Dalam pemahaman yahudi, kristen dan islam dewa utama itu adalah yahweh / allah bapa / allah swt dan dewa2 yang lebih rendah adalah para malaikatnya. Tidakkah anda menemukan kesejajaran antara konsep kerajaan dengan konsep ketuhanan?


-raja ~ dengan tuhan yang bertahta di surga,


-perdana mentri dengan Gabriel / Jibril


-kepala pasukan dengan Michael atau Mikail.


-dayang dengan para seraphim & kerubim?


Begitu pula surga selalu digambarkan sebagai istana penuh dengan air mancur dan bidadari berseliweran disana-sini. Tidakkah ini penggambaran kaum padang gurun yang merindukan tempat teduh yang melimpah dengan air dan pepohonan sejuk serta ekstasi ragawi?


Ketika kerajaan2 itu berperang dengan motif-motif politis dan geografis, mereka membawa serta dewa2 mereka. Dan dewa dari suku yg menang dalam peperangan menjadi dewa pemenang, dewa yang lebih superior dari pada dewa suku yang dikalahkan. Dalam hal ini maka mengkerucutlah dewa-dewa ini menjadi suatu hierarki yg lebih rigid. Itulah sejarah dari politheisme menjadi monotheisme. Namun ada kalanya justru dewa dari suku yang kalah justru dianut oleh suku yang menang. Namun demikian kasus seperti itu kecil. Biasanya apa bila dewa-dewi dari suku yang kalah lebih beragam dan kaya makna, maka dewa-dewi tersebut diasimilasi ke dalam pantheon dewa-dewi suku yang menang.


Dari politheisme, hanya perlu selangkah lebih lanjut menuju monotheisme, yakni dogma yang diusung oleh kekuasaan, yaitu kehendak politik para raja yang mendukung suatu agama tertentu. Agama sang raja haruslah jadi agama si rakyat. Bukankah ini terjadi bahkan sampai saat ini?


Jadi jelas bahwa penggambaran tuhan berasal dari konsep manusia sendiri tentang kehidupannya. Seberapa jauh manusia memahami alam, hidup dan keterhubungannya dengan alam dan sesama, maka sebegitulah pemahaman tuhan mereka. Maka dari itu tuhan selalu digambarkan berbeda-beda. Ada tuhan yang jijik dengan perempuan, itu karena budaya si komunitas pengusung keyakinan itu adalah budaya male-chauvinistik, budaya yang mengagung-agungkan lelaki dan merendahkan perempuan. Ada tuhan yang pemurka, dan menyuruh si nabinya menghabisi lawan-lawan politiknya. Itu karena komunitas si nabi sedang terpojok, sehingga tuhan yang dicerminkannya adalah tuhan pemurka. Ada tuhan yang menyukai sesajian hewan tertentu, semacam kambing dan domba. Ada tuhan yang lebih manusiawi dan senang tari-tarian, itu karena para pengusungnya adalah komunitas yang ceria.


Jelas bahwa manusialah yang menemukan konsep tuhan. Bukan sebaliknya. Manusia-lah yang menyapa tuhan, bukan sebaliknya. Sebab jika kita mengandaikan ada suatu tuhan yang berfirman ini dan itu, seharusnya firmannya itu bisa diverifikasi. Mari kita datangi tuhan, apakah benar ia pernah berbicara kepada nabi ini dan itu dan memfirmankan demikian dan demikian.


Jika saya bisa gambarkan maka perspektif manusia akan konsep tuhan adalah bagaikan segi tiga terbalik yang terbuka bagian dasarnya (yang sekarang ada di atas). Puncaknya, atau titik pertemuan dua garis, ada dibawah, dan itulah manusia. Sedang bagian yang di atas itulah konsep tuhan. Seberapa besar pengetahuan material dan kebijaksanaan si manusia /masyarakat tsb semakin luas derajat atau spectrum bagian bawahnya yang berarti semakin luas pula bagian atasnya. Sebaliknya, semakin kecil dan picik, sumpek dan dangkalnya semakin mengkerucut tajam dan sempit sudut spektrumnya dan semakin kecil pula horizon dibagian atasnya.


Selama ini pemahaman manusia beragama, terutama agama monotheistik, telah keliru karena menganggap pemahaman manusia akan alam bagaikan segitiga dimana titik pertemuan di atas adalah tuhan, sedang bagian dasarnya adalah manusia. Dan karena perspektif ini mengerucut ke atas maka semakin ke atas semakin sempit. Maka dari itu tidaklah mengherankan kita melihat dalam agama dogmatik, semakin ia merasa dekat kepada tuhan, seseorang semakin ia sempit pikirannya karena ia sudah merasa di atas dan berhak mengatur-atur orang di bawah.


Dalam terang pemahaman di atas adalah jelas bagi kita bahwa tuhannya agama adalah idea. Tuhan bukan sesuatu di luar sana, di atas sana yang bertitah ini dan itu. Tuhan ada di dalam pemahaman di otak kita. Dan seberapa jauh dan lembut pemahaman tuhan itu, tergantung dengan seberapa manusiawinya kita, seberapa dalamnya keteduhan batin kita, seberapa luas pemahaman kita tentang alam dan sesama mahluk.


Jadi tuhan itu tidak ada secara materi. Ia bukan sesuatu atau seseorang di atas sana, yang bertahta di surga, yang meminta dipuja-puji oleh manusia dan malaikat. Sebab kalau tuhan berpribadi macam itu ada, maka ia adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kejahatan manusia ciptaannya sendiri, serta bertanggung jawab atas kekacauan dan kekejaman yang terjadi dalam peradaban manusia dalam sejarah peperangan agama2.


Tuhan yang dipahami oleh manusia adalah konsep untuk menunjukan adanya nilai2 kebaikan dan keburukan. Jika ia adalah konsep / abstraksi maka yang terpenting bukan konsepnya itu sendiri, melainkan makna idea dibalik itu. Anda boleh memakai konsep ini atau itu, atau tanpa konsep agama sama sekali, yang penting anda mendapatkan makna hidup dalam kehidupan ini.

Sumber : http://andibombang.com/mencari-kebenaran


Semua tuhan dan agama adalah ciptaan manusia. Kita yang menciptakan, kita sembah sendiri, kita cuekkan sendiri dan kita lupakan sendiri. Sekarang giliran Tuhan yang kita liburkan. sosok antagonis ini telah habis masa pakainya. Tuhan tidak cocok lagi utk jaman ini. Tuhan, sama seperti Huitzilopochtli, makhluk haus darah yang haus akan korban manusia. Kita harus bunuh Tuhan dan menusuk jantungnya pakai pasak kayu agar tidak bangun lagi mengisap darah orang tak bersalah.


Jika kamu memang merasa perlu percaya pada sosok Tuhan, ada banyak tuhan lain yang pantas dipilih. Jika tidak suka dgn yang ada, bikin aja tuhanmu sendiri. Aku bikin sendiri. Aku percaya pada prinsip tunggal yang menaungi keberadaan ini. Ini tuhan yang sama dengan tuhannya Einstein, Spinoza dan Hawking. Aku percaya pada Dao, prinsip abadi yg tak terubahkan. Ya, aku orang yang percaya. Aku percaya keindahan, harmoni, keteraturan dan cinta. Aku percaya pada potensi tak terbatas yang ada dalam diri kita. Aku tidak menyembah Sang Cinta ataupun berdoa padanya. Aku cukup mengerti tentangnya dan menerapkannya disetiap tarikan nafasku.


Jagat ini hanya satu pikiran dalam benak Tuhan. Itu jika kamu ingin secara puitis memikirkannya demikian. Tuhan ada, tanpa menjadi sesuatu. Sekaligus yang paling mewujud dan tidak berwujud. Gimana bisa? Pikirkan saja tentang kehidupan! Tidakkah kehidupan itu ada wujudnya tapi sekaligus tidak berwujud? Kehidupan hanya satu ekspresi dari Tuhan.


Tuhan meliputi segala dan setiap orang. Kamu tidak bisa lolos darinya, sepersekian detikpun. Sesaat kamu berhenti mematuhi tuhan, kamu langsung tiada. Ini karena Tuhan bukan pemberi hukum tapi hukum itu sendiri. Bahkan jika sbg manusia kamu tidak patuh dan melanggar hukum, tubuh kamu tahu bagaimana mematuhinya. Itu sebabnya kamu masih hidup. Itu sebabnya kamu punya wujud manusia. Ini karena setiap sel dan atom dalam tubuh kamu patuh pada hukum alam dan secara metafora bicara, "aku orang percaya."


Ya, aku percaya alam semesta yg indah ini dengan segala hukum alam dan keteraturannya, terimakasih bumi pertiwi, i love you...


Jadi, jika ada yang bertanya bagaimana pemahaman anda tentang Tuhan. dengan berani saya akan mengatakan: Tuhan dalam pemahaman saya adalah totalitas kesegalaan yang ada dalam kehidupan ini. Jadi, Tuhan itu bukan seperti khayalan para nabi yang selalu cerewet mengintai kesalahan2 kita. Tuhan itu bukan mahluk besar berjenggot yang suka ngintip ke bawah, ke alam manusia. Tuhan adalah kesegalaan yang ada, Tuhan yang adalah nama lain dari semesta, termasuk sampeyan2 semua dan saya.


Sama seperti kata ‘YHWH’ yang dalam mistik yahudi tidak bisa diucapkan, nah TUHAN itu memang tidak bisa ‘diperikan’. karena TUHAN itu totalitas kesegalaan yang ada. Tuhan itu bukan sesuatu atau seseorang (laisa kamislihi syai’un), atau suatu pihak di seberang sana. Penggambaran saya pada TUHAN sebenar-benarnya hanya sebatas penyebutan. Tuhan yang dikomunikasikan adalah tuhan abstrak.


Tuhan yang adalah nama lain dari KEHIDUPAN dan SEMESTA ALAM memberkati , menyayangi, mengasihi,melindungi, dan menyinari kita dengan wajah-Nya, serta memberi kasih karunia dan damai sejahtera bagi kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun