Dan lagi, ketika saya memikirkan manakala Tuhan itu Maha Adil. Tapi saya kebingungan ketika pikiran dan hati kecil saya berkata, dari mana saya tahu bahwa Tuhan itu Maha Adil? Apakah saya pernah bertemu dengan Tuhan? Lalu melihat dan merasakan tindakan Tuhan adil?
Jika saya melihat alam bergerak siklus secara konstan, kenapa saya dengan berani mengatakan bahwa itu made in Tuhan yang Maha adil? Kapan saya melihat Tuhan melakukannya? Apakah Tuhan hanyalah konstruksi pikiran, sebuah postulat atau pengandaian yang dibangun oleh manusia itu sendiri?
Sekarang kepada Sang Nabi. Apakah saya pernah hidup sezaman dengan beliau? sehingga saya bisa menceritakan dengan rinci kisah hidupnya, mengamati gerak-geriknya, cara berucapnya, cara beliau memecahkan masalah, cara beliau menguasai emosi ketika dihina, dipuji, dicerca?
Untuk itu bagaimana saya tahu benar bahwa kisah-kisah yang beredar selama ini dikalangan penganutnya adalah kisah sebenar-benarnya? Bukankah itu sangat mungkin bahwa kisah-kisah tentang kehidupan beliau telah mengalami bias, pengurangan, pelebih-lebihan dan reinterpretasi sesuai dengan sudut pandang si pembawa kisah? Bukankah, ada masa-masa panjang dimana tradisi lisan membentuk kisah-kisah kehidupan beliau?
Ada apa dengan pikiran saya? Kenapa jadi begini-begitu pikiran saya?
Apakah saya masih setengah matang tentang filsafat?
Apakah karena filosofi egoisme saya yang dibangun Islam dan Allah?
Apakah karena saya terlalu banyak membaca karya makhluk-makhluk "kurang ajar" yang sudah menghajar pikiran saya selama ini? Yang banyak diantara para pembacanya mengatakan bahwa Dialah para Algojo pembunuh Tuhan. Dialah Marx, Nietzche, Sartre, Freud, Derrida, Russel, dan seterusnya? Meski saya tak mengenal mereka, mungkin, "panca indra"  saya sedikit mulai berfungsi.
Terima Kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H