Kepres No 59/2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak telah menegaskan bahwa Pekerjaan Rumah Tangga (PRT) adalah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Artinya, siapa pun dilarang mempekerjakan anak di bawah usia 18 tahun sebagi PRT.
Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas, 2012) dari sekitar 2,6 juta orang yang bekerja sebagai PRT, sedikitnya 347.000 orang dari jumlah tersebut adalah anak-anak. Fakta ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat hak-hak dasar anak sangat rentan terabaikan jika bekerja sebagai PRT.
Larangan untuk mempekerjakan anak sebagai PRT kembali ditegaskan melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Repubik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Dalam aturan tersebut disyaratkan bahwa untuk bekerja sebagai PRT seseorang harus berusia minimal 18 (delapan belas) tahun.
Di Pasal 5 peraturan tersebut, juga ditegaskan bahwa “Pengguna dan PRT wajib membuat Perjanjian Kerja tertulis atau lisan yang memuat hak dan kewajiban dan dapat dipahami oleh kedua belah pihak serta diketahui oleh Ketua Rukun Tetangga atau dengan sebutan lain”. Demi menguatkan implementasi peraturan tersebut Lampung Membangun (Lambang) dan Jaringan LSM Penanggulangan Pekerja Anak (JARAK) Indonesia menginisiasi terbentuknya Tim Pemantau Berbasis Komunitas untuk penanggulangan PRT Anak di beberapa RT (Rukun Tetangga) di Kota MetroBapak Kristianto meberikan pemateri pada pelatihan team pemantau PRT/PRTA berbasis komunitas di Kota Metro
Untuk meningkatkan kapsitas dan kemampuan team dalam pemantauan PRT telah diadakan pelatihan team pemantau pada hari kamis 8 desember 2016 bertempat di kantor kecamatan Metro Timur
Mohamad Noor dari ILO yang hadir sebagai narasumber menegaskan bahwa “Pemantauan akan dilakukan dengan melibatkan pihak terkait di wilayah komunitas dengan melakukan pendataan dan observasi secara reguler terhadap keberadaan Pekerja Rumah Tangga/Pekerja Rumah Tangga Anak (PRT& PRTA) untuk mencegah terjadinya eksploitasi dan atau kekerasan, serta mencegah dipekerjakannya anak-anak usia dibawah 18 tahun” Metode pemantauan dilakukan dengan ; sosialisasi & dokumentasi, pengamatan langsung, diskusi kelompok dan wawancara
Kegiatan pemantauan bukan dimaksudkan untuk membenturkan kepentingan PRT dan majikan, tapi lebih difokuskan pada bagaimana membangun harmoni antara kedua belah fihak. Untuk itu, dialog sosial menjadi prinsiputama yang harus dipegang dalam melaksanakan pemantauan. Selain itu, banyak ditemui majikan yang mempekerjakan anak lebih dikarenakan ketidak tahuan terhadap aturan yang ada. Karenanya, disarankan untuk membentuk sistem rujukan, mengigat persoalan anak adalah isu lintas sektor. Maka, ketika ada seorang anak yang tidak bersekolah misalnya, bisa dirujuk langsung ke dinas pendidikan.
Nyoman Darmandi Ketua RW 08 Iring Mulyo menyatakan dukungannya untuk pelaksaan kegiatan pemantauan di wilayah RWnya.sehingga PRT menjadi kerja yang layak setara dengan pekerjaan yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H